PENDAHULUAN
Bangsa Arab adalah
masyarakat yang mempunyai perhatian besar terhadap sastra, al-Qur’an diturunkan
dan pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab yang mempunyai keahlian
dibidang sastra tersebut, mempunyai gaya bahasa yang tinggi, mengungguli gaya
bahasa para penyair ulung ketika itu, sehingga wajar saja ketika itu mereka
berdecak kagum ketika mendengar al-Qur’an dibaca dan berkata “sungguh ini
bukanlah perkataan manusia”.
Kekaguman seperti itu lahir karena keunikan
al-Qur’an dalam menggunakan metode pengajaran dan menyampaikan pesan-pesan
kedalam lubuk hati manusia. Hakikat-hakikat yang tinggi dalam makna dan
tujuannya akan menampilkan gambarannya secara lebih menarik, jika dituangkan
dalam kerangka yang indah. Tamtsil (perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat
menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup di dalam pikiran. Pesan-pesan
tersebut disampikan dalam ungkapan singkat, namun sarat dengan kandungan makna.
Salah satu metode yang digunakan al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesan,
nasehat, ajaran dan akhlak adalah dengan cara gaya bahasa yang indah baik
melalui perumpamaan, personifikasi sesuatu yang abstrak dengan yang kongkrit,
yang ghaib dengan yang hadir, atau menganalogikan sesuatu sesuatu hal dengan
hal yang serupa sehingga mudah dipahami dan seakan-akan al-Qur’an berdialog
dengan kita secara langsung.
Dalam makalah ini,
pemakalah akan menyajikan tentang pengertian Amtsal Al-Qur’an, sejarah Amtsal
Al-Qur’an, macam-macam Amtsal Al-Qur’an, sight-sighat Amtsal Al-Qur’an, faedah
Amtsal Al-Qur’an, dan tujuan dari mempelajari Amtsal Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Amtsal
Al-Qur’an
Amtsal adalah termasuk jamak dari kata matsal
(perumpamaan) atau mitsil (serupa) atau matsil, sama hal nya
dengan syabah atau syabih.[1]
Karena itu dalam ilmu Balaghah, pembahasan yang sama ini lebih dikenal
dengan istilah “Tasybih”, bukan amtsal. Dalam pengertian bahasa amtsal
menurut Ibn Al-Farits adalah persamaan dengan perbandingan sesuatu dengan
sesuatu dengan sesuatu yang lain.[2]
Menurut Al Asfahani, amtsal berasal dari kata al-mutsul, yakni al-intishab
(asal, bagian). Matsal berarti mengungkapkan perumpamaan,[3]
diartikan juga dengan keadaan, kisah dan sifat yang menarik perhatian dan
menakjubkan.[4]
Amtsal menurut
istilah dirumuskan oleh para ulama dengan redaksi yang berbeda-beda,
diantaranya adalah :
1.
Menurut Rasyid Ridha, amtsal
adalah kalimat yang digunakan untuk memberi kesan dan menggerakkan hati
nurani. Bila didengar terus, pengaruhnya akan menyentuh lubuk hati yang paling
dalam.[5]
2.
Menurut Ibn Qayyim, amtsal
adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukumnya mendekatkan
sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang konkret, atau salah satu dari
keduannya dengan yang lainnya.[6]
3.
Menurut Muhammad Bakar
Isma’il, amstal Al-Qur’an adalah
mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik dengan jalan Isti’arah,
Kinayah, atau Tasybih.[7]
Allah mengemukakan dalam Kitab-Nya yang mulia
bahwa ia membuat sejumlah amtsal:
öqs9 $uZø9tRr& #x»yd tb#uäöà)ø9$# 4n?tã 9@t6y_ ¼çmtF÷r&t©9 $Yèϱ»yz %YæÏd|ÁtFB ô`ÏiB Ïpuô±yz «!$# 4 ù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $pkæ5ÎôØtR Ĩ$¨Z=Ï9 óOßg¯=yès9 crã©3xÿtGt ÇËÊÈ
“kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini
kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah
disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat
untuk manusia supaya mereka berfikir.’’
(al-Hasyr [59]:21)
ù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷èt wÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ
”Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat
untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.’’
(al-Ankabut [29]:43)
ôs)s9ur $oYö/uÑ Ä¨$¨Y=Ï9 Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# `ÏB Èe@ä. 9@s
WtB öNßg¯=yè©9 tbrã©.xtGt ÇËÐÈ
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi
manusia dalam Al Quran ini Setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat
pelajaran.”
(az-Zumar [39]:27).[8]
Berdasarkan
pengertian diatas, baik secara bahasa maupun istilah, dapat disimpulakan bahwa
amtsal Al-Qur’an adalah menampilkan sesuatu yang hanya ada dalam pikiran (abstrak)
dengan deskripsi sesuatu yang dapat diindra (konkret), melalui pengungkapan
yang indah dan mempesona, baik dengan jalan Isti’arah, Kinayah, Tasybih
atau Mursa.[9]
B.
Sejarah Amtsal Al-Qur’an
Orang yang pertama kali mengarang ilmu Amtsal Al-Qur’an adalah
Syekh Abdur Rahman bin Husein An-Naisaburi (wafat 406 H) dan dilanjutkan Imam
Abdul Hasan bin Muhammad Al-Mawardi (wafat 450 H). Kemudian dilanjutkan Imam
Syamsuddin Muhammad bin Abi Bashrin Ibnu Qayyim Al-jauziyyah (wafat 754).[10]
C.
Macam-macam Amtsal
Al-Qur’an
Amtsal didalam Al-qur’an ada tiga macam ; Amtsal
Musarrahah, Amtsal Kaminah, Amtsal Mursalah.[11]
1)
Amtsal Musarrahah, ialah
yang didalamnya dijelaskan dengan lafaz masal atau sesuatu yang menunjukkan
tasybih. Amtsal seperti ini banyak ditemukan dalam Qur’an dan berikut ini
beberapa diantaranya:
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=yds ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß w tbrçÅÇö6ã ÇÊÐÈ BL༠íNõ3ç/ ÒôJãã öNßgsù w tbqãèÅ_öt ÇÊÑÈ ÷rr& 5=Íh|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmÏù ×M»uKè=àß Óôãuur ×-öt/ur tbqè=yèøgs ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû NÍkÍX#s#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# uxtn ÏNöqyJø9$# 4 ª!$#ur 8ÝÏtèC tûïÌÏÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ ß%s3t ä-÷y9ø9$# ß#sÜøs öNèdt»|Áö/r& ( !$yJ¯=ä. uä!$|Êr& Nßgs9 (#öqt±¨B ÏmÏù !#sÎ)ur zNn=øßr& öNÍkön=tæ (#qãB$s% 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# |=yds%s! öNÎgÏèôJ|¡Î/ öNÏdÌ»|Áö/r&ur 4 cÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ÇËÉÈ
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan,
tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu
dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh
dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar
suara) petir,sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa
mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan
pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
(Al-Baqarah [2]:17-20)
Didalam
ayat tersebut , Allah memberikan perumpamaan (matsal) bagi orang munafik dengan
dua perumpamaan; yaitu matsal yang berkenaan dengan api yang menyala !((كمثل
الذى استوقد نار adalah seperti orang yang menyalakan api” dan
dengan air (او كصيب من السماء ( atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan
lebat dari langit” yang didalamnya ada unsur kehidupan.
Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk menyinari hati dan
menghidupkannya. Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam
dua keadaan. Disatu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk
penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi
dengan sebab masuk Islam. Namun disisi lain, Islam tidak memberi pengaruh
Nur-Nya terhadap hati mereka, karena Allah menghilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka”, dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya.
Dalam
perumpamaan kedua, yang berkenaan dengan air , Allah juga menyerupakan mereka
dengan keadaan orang yang seperti ditimpai hujan lebat yang juga disertai
dengan gelap gulita, petir, dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu
dan ia meletakkan jari-jemari mereka untuk menyumbat telinga serta memejamkan
mata karena takut disambar petir ini merupakan gambaran mereka yang mengabaikan
Al-Qur’an dan tidak menjalankan perintah-perintah Allah yang mestinya bisa
menyelamatkan mereka, tetapi karena mereka tidak memperdulikannya, justru malah
membinasakan mereka.[12]
2)
Amtsal Haminah, yaitu
didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil (pemisalan),
tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan
redaksinya, mempunyai pengaruh tersendiri bila dialihkan terhadap yang serupa
dengannya. Contoh beberapa Amtsal Haminah,adalah sebagaimana yang
diungkapkan dalam dialog berikut:
Al-Mawardi
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Ishaq Ibrahim bin Muhdarib bin
Ibrahim mengatakan bahwa bapaknya pernah bertanya kepada Al-Hasan bin Fadhil:[13]
·
“Engkau banyak
mengeluarkan perumpamaan-perumpamaan Arab dan Ajam dari Al-Qur’an. Apakah
engkau menemukan dalam ayat Al-Qur’an yang menyerupai ungkapan bahwa “sebaik-sebaiknya
urusan adalah pertengahan?” Ali Hasan menjawab ,”ya,ada pada empat
tempat”:
Ø Firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat 68.
Ø
($pk¨XÎ) ×ots)t/ w ÖÚÍ$sù wur íõ3Î/ 8b#uqtã ú÷üt/ ...7Ï9ºs ÇÏÑÈ
“...bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara
itu...”
Ø Firman Allah pada surah Al-Furqan ayat 67.
tûïÏ%©!$#ur !#sÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèùÌó¡ç öNs9ur (#rçäIø)t tb%2ur ú÷üt/ Ï9ºs $YB#uqs% ÇÏÐÈ
“dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.”
Ø Firman Allah pada surah Al-Isra’ ayat 110
...( wur öygøgrB y7Ï?x|ÁÎ/ wur ôMÏù$séB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºs WxÎ6y ÇÊÊÉÈ
“...dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya
dan carilah jalan tengah di antara kedua itu".
Ø Firman Allah pada surah Al-Isra’ ayat 29.
wur ö@yèøgrB x8yt »'s!qè=øótB 4n<Î) y7É)ãZãã wur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# yãèø)tFsù $YBqè=tB #·qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ
“ Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya”.
·
Apakah engkau menemukan
dalam al-Qur’an semakna dengan ungkapan "من جهل شيأعاداه"
artinya: “Siapa yang bodohdalam suatu hal, ia pasti akan mengulanginya”.
Al-Hasan menjawab, “Ya, pada dua tempat.
Yaitu:
Ø Firman Allah pada QS. Yunus : 39
Ø Firman Allah pada QS. Al-Ahqaaf : 11
3)
Amtsal Al-Mursalah, yaitu
kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara
jelas. Tapi kalimat itu berfungsi sebagai matsal. Beberapa contoh diantaranya
adalah:
Ø Firman Allah pada QS. Yusuf : 41
Ø
Firman Allah pada QS.
Al-Baqarah : 216
Dari berbagai macam amtsal tersebut, amtsal jenis pertama
sering digunakan dalam al-Qur’an dan termasuk jenis amtsal yang sebenarnya. Hal
ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa tidak semua ayat al-Qur’an dapat
dijadikan amtsal untuk berbagai ungkapan dan peristiwa. Sedangkan amtsal jenis
kedua dan ketiga tidak ada kata-kata yang menunjukkan dengan jelas bahwa ayat
itu adalah ayat amtsal. Oleh sebab itu masih memerlukan kajian ulang dan
harusditempatkan secara proporsional.[14]
D.
Sighat-Shigat Amtsal
Al-Qur’an
Sighat-sighat amtsal al-Qur’an ada beberapa bentuk, yaitu
:
1.
Sighat Tasybih yang jelas (Tasybih
Ash-Sharih), yaitu sighat atau
bentuk perumpamaannya jelas, didalamnya terungkap matsal (perumpamaan)
Seperti
dalam QS. Yunus : 24
2.
Sighat Tasybih yang
terselubung (Tasybih adh-Dhimni), yaitu bentuk perumpamaan yang
terselubung, dalam perumpamaan itu tidak ada kata amtsal tetapi
perumpamaan itu dapat diketahui dari segi artinya.
Seperti
dalam QS. Al-Hujurat : 12
3.
Sighat Majaz Mursal, yaitu
sighat dengan bentuk perumpamaan yang bebas, yang tidak terikat dengan asal
ceritanya.
Seperti
dalam QS. Al-Hajj : 73
4.
Sighat Majaz Murakkab,
yaitu majaz dengan perumpamaan ganda yang segi perumpamaannya diambil dari dua hal
yang berkaitan, yang mana kaitannya adalah perserupaan yang telah biasa
digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang berasal dari isti’arah
tamtsiliah. Seperti melihat orang yang ragu-ragu mau pergi atau tidak, maka
diucapkan “Saya melihat kamu maju mundur saja”.
Seperti
juga dalam QS. Al-Jumu’ah : 5
Dalam
ayat ini menggambarkan keledai yang tidak bisa memanfaatkan buku itu dengan
baik, padahal dia selalu membawanya.[15]
E.
Faedah Amtsal Al-Qur’an
Imam Zarkasyi mengatakan bahwa
tujuan Allah membuat Amtsal Al-Qur’an itu banyak, diantaranya : memperingatkan,
menasehati, mendorong, melarang, mengambil pelajaran, memantapkan, menertibkan
bantahan-bantahan terhadap akal dan menggambarkannya dalam bentuk sesuatu yang
dapat ditangkap oleh panca indra. Seperti agar semua orang melakukan amal yang
shalih dan dapat dijadikan perumpamaan
yang menarik dalam al-Qur’an,[16]
digambarkan dalam QS. Al-Baqarah : 261.
Ungkapan-ungkapan
dalam bentuk amtsal dalam al-Qur’an mempunyai beberapa manfaat, diantaranya :
a.
Pengungkapan pengertian
yang abstrak dengan bentuk yang kongkrit yang dapat ditangkap dengan indera manusia,
sehingga akal dengan mudah menerimanya.
b.
Dapat mengungkapkan
kenyataan dan mengongkritkan hal yang abstrak.
c.
Dapat mengumpulkan makna
yang indah, menarik dalam ungkapan yang singkat dan padat.
d.
Mendorong giat beramal,
melakukan hal-hal yang diperintahkan dalam al-Qur’an, jika merupakan sesuatu
perintah.
e.
Menjauhi hal-hal yang
dilarang dalam al-Qur’an, jika merupakan sesuatu larangan.
f.
Menghilangkan dari
perbuatan tercela.[17]
g.
Amtsal lebih berpengaruh
dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan
peringatan dan lebih dapat memuaskan hati.[18]
F.
Tujuan Mempelajari Ilmu
Amtsal Al-Qur’an
PENUTUP
Amtsal al-Qur’an adalah
cabang ilmu yang mempelajari perumpamaan dalam al-Qur’an. Diantara orang yang
menyusun ilmu ini adalah Syekh Abdur Rahman bin Husein An-Naisaburi (wafat 406
H) dan dilanjutkan Imam Abdul Hasan bin Muhammad Al-Mawardi (wafat 450 H). Kemudian
dilanjutkan Imam Syamsuddin Muhammad bin Abi Bashrin Ibnu Qayyim Al-jauziyyah
(wafat 754).
Amtsal al-Qur’an adalah
masalah ijtihadi, sehingga banyak dari ahli tafsir berbeda pendapat dalam
menentukah masalah ini. Para ahli tafsir memiliki pendapat yang berbeda-beda
mengenai pengertian Amtsal al-Qur’an,
yang dapat diambil kesimpulan adalah amtsal al-Qur’an adalah termasuk dari gaya
bahasa al-Qur’an yang unik dan fleksibel. Allah menggunakan banyak perumpamaan (amtsal)
dimaksudkan agar manusia memperhatikan, memahami, mengambil pelajaran, berfikir
dan tentunya untuk selalu mengingat Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Syadali , Ahmad dan
Ahmad Rofi’i. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ustuhri, Ahmad dkk.
Qawaid At-Tafsir. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo, t.t.
Al-Asfahani, Ar-Ragib.
Mu’jam Mufradat alfazh Al-Qur’an. Beirut: Dar Al-Fikr,t.t.
Ash-Shiddieqy, M.
Hasbi. Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Al-Qathan, Manna.
Mabahis fi Ulum Al-Qur’an. Mansyurat:
Al-Hasr Al-Hadits, 1973.
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, ter.
Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Lentera AntarNusa, 2013.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir
Al-Manar, jilid I. Beirut: Dar Al-Fikr,t.t.
[4]
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu
al-Qur’an ( Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 164.
[12]
Manna Al-Qathan, Mabahis fi Ulum
Al-Qur’an,238-239
[14]
Ahmad Ustuhri dkk, Qawaid At-Tafsir,
242.
[15]
Ahmad Ustuhri dkk, Qawaid
At-Tafsir, 242-244.
[16]
Ahmad Ustuhri dkk, Qawaid
At-Tafsir, 244-245.
[17]
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul
Qur’an II (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 44.
[18]
Manna Khalil al-Qattan, Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Lentera AntarNusa, 2013), 441.