A.
Definisi
Nasakh
Nasakh secara bahasa adalah digunakan untuk pengangkatan,
menghilangkan dan apa saja yang serupa dengan kalimat: “النقل”
menghilangkan.
Nasakh secara istilah digunakan dikalangan
ulama salaf, yang dimaksud dengan nasakh adalah penjelasan “البيان “ maka termasuk juga "تخصيص العموم" menentukan yang
umum,” "تقيد المطلقmembatasi yang
absolut,بيان المجمل"” menjelaskan yang
abstrak, dan "”رفع الحكم mengangkat hukum, demikian itu adalah
nasakh menurut ulama-ulama kontemporer.
Makna nasakh menurut ulama terdahulu adalah
menjelaskn makna yang dikehendaki tanpa menggunakan lafadz tersebut, melainkan
menggunakan perkara yang diluar lafazh. Maka karena itu mereka mengatakan seorang
mufti atau mufassir harus benar-benar mengenal tentang nasakh dan mansukh.
·
Abu al-Abbas Ibn Taymiyah mengatakan bahwa mereka
memberikan nama nasakh kepada sesuatu yang bertentangan dengan ayat. Dan nasakh
menurut mereka adalah sebuah nama yang umum untuk setiap maksud ayat yang
diangkat (dihilangkan) karena makna yang salah.
·
Abu al-Abbas mengatakan menurut ulama salaf kalimat mansukh termasuk juga di
dalamnya setiap sesuatu yang jelas yang ditinggalkan kedzhohirannya karena
bertentangan dengan yang lebih kuat (lebih diutamakan).
Pembahasan ini adalah suatu perkara yang
harus diketahui, supaya ditinggalkan pendapat ulama salaf terhadap makna yang
mereka maksud. Karena kesalahan terhadap para salaf adalah kita menganggap
pendapat mereka terhadap istilah ini sesuai dengan apa yang dijelaskan dan
ulama kontemporer diseluruh negeri.
Menurut ulama kontemporer mengangkat hukum
yang telah ditentukan dengan pesan yang terdahulu, pesan yang jauh tertinggal
darinya
·
قولنا رفع المحكام"” makna arraf’u disini yaitu menghilangkan
hukum dengan alasan, jikalau tidak maka hukum itu masih ada dan tidak berubah.
·
قولنا بختاب المتقدمين"” berhubungan denganالثابت ” sesungguhnya hukum tersebut tidak berubah
dengan pesan syar’i yag telah terdahulu dan tidak juga dengan meninggalkan yang
asli, hal ini mengecualikan terhadap hukum yang telah mantap dengan
meninggalkan yang asli, seperi ketiadaan wajib sholat atau puasa. Jika dibilangkan
hukum tersebut maka itu bukanlah disebut dengan nasakh.
·
"وقولنا" بخطاب متراغ عنهberhubungan dengan. رفع الحكم Sesungguhnya hukum tersebut diangkat dengan
khitab yang telah tertinggal yang tidak ada hubungan dengannya. Hal ini
dikecualikan kepada hukum yang dihilangkan dengan suatu sebab bukan dengan
khitab seperti gila dan sejenisnya.
·
متراغ عنه وقولنا: dikecualikan apabila bersambung dengan khitab
pertama maka baginya ada kekhususan dan penjelasan. Hal itu bukanlah nasakh.
اهمية معرفته:
Ilmu ini adalah
suatu ilmu yang sangat diperlukan bagi para pakar ilmu islam , mufti, dan
mufasir. Karena tidak diperbolehkan bagi yang menentang dari fatwa-fatwa, atau
mengambil resiko dengan tafsir al-Quran, kecuali setelah mengetahui nasakh dan
mansukh.
Pendapat salaf tentang masalah ini sangat banyak, dan hal
ini diambil dari makna nasakh menurut mereka yang termasuk juga tentang تقييدالمطلق,وتخصيص العام,وبيان المجمل.
1.
Kaidah : Nasakh tidak dapat ditetapkan dengan kemungkinan
النسخ
لايثبت مع الاحتمال
Maka nasakh wajib menunjukkan dalil kepada yang dimaksud, baik dari
ayat tersebut, atau dengan kutipan yang jelas dari Nabi SAW, sahabat, dan ijma
ulama, atau dengan melihat terjadinya pertentangan yang aktual serta mengetahui
sejarahnya. Karena demikian hal ini menjadi dalil nasakh.
As-Syathibi
mengatakan, apabila hukum-hukum telah ditetapkan kepada mukallaf ,maka
pura-pura menasakh pada hukum tidak diperbolehkan kecuali dengan perkara
tertentu. Karena ketetapan hukum terhadap mukallaf adalah suatu hal yang
pertama ditentukan,. Maka mengangkat hukum yang telah diketahui ketetapannya
tidak dibolehkan kecuali dengan pengetahuan yang tidak diragukan.
:فائدة
Di dalam al-Quran tidak ada yang menasakh kecuali sebelumya telah
dimansukh (dengan urutan susunannya), kecuali dalam 2 ayat:
a.
tûïÏ%©!$#ur tböq©ùuqtFã öNä3ZÏB tbrâxtur %[`ºurør& z`óÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spyèt/ör& 9åkôr& #Zô³tãur ( #sÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& xsù yy$oYã_ ö/ä3øn=tæ $yJÏù z`ù=yèsù þÎû £`ÎgÅ¡àÿRr& Å$râ÷êyJø9$$Î/ 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î6yz ÇËÌÍÈ
234.
orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan
sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu
(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut.
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. QS.
Al-Baqarah
tûïÏ%©!$#ur cöq©ùuqtGã öNà6YÏB tbrâxtur %[`ºurør& Zp§Ï¹ur OÎgÅ_ºurøX{ $·è»tG¨B n<Î) ÉAöqyÛø9$# uöxî 8l#t÷zÎ) 4 ÷bÎ*sù `ô_tyz xsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ Îû $tB Æù=yèsù þÎû ÆÎgÅ¡àÿRr& `ÏB 7$rã÷è¨B 3 ª!$#ur îÍtã ×LìÅ6ym ÇËÍÉÈ
240.
dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah
hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi
jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari
yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS.
Al baqarah 240
b.
$ygr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# !$¯RÎ) $oYù=n=ômr& y7s9 y7y_ºurør& ûÓÉL»©9$# |Møs?#uä Æèduqã_é& $tBur ôMs3n=tB y7ãYÏJt !$£JÏB uä!$sùr& ª!$# øn=tã ÏN$oYt/ur y7ÏiHxå ÏN$oYt/ur y7ÏG»£Jtã ÏN$oYt/ur y7Ï9%s{ ÏN$oYt/ur y7ÏG»n=»yz ÓÉL»©9$# tböy_$yd yètB Zor&zöD$#ur ºpoYÏB÷sB bÎ) ôMt7ydur $pk|¦øÿtR ÄcÓÉ<¨Z=Ï9 ÷bÎ) y#ur& ÓÉ<¨Z9$# br& $uhysÅ3ZtFó¡o Zp|ÁÏ9%s{ y7©9 `ÏB Èbrß tûüÏZÏB÷sßJø9$# 3 ôs% $uZ÷KÎ=tæ $tB $oYôÊtsù öNÎgøn=tæ þÎû öNÎgÅ_ºurør& $tBur ôMx6n=tB öNßgãZ»yJ÷r& xøs3Ï9 tbqä3t øn=tã Óltym 3 c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÎÉÈ
50. Hai Nabi,
Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang telah kamu
berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang Termasuk apa yang
kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian
pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan
dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah
bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau
Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang
mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka
tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak
menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS. Al ahzab 50
w @Ïts s9 âä!$|¡ÏiY9$# .`ÏB ß÷èt/ Iwur br& tA£t7s? £`ÍkÍ5 ô`ÏB 8lºurør& öqs9ur t7yfôãr& £`åkß]ó¡ãm wÎ) $tB ôMs3n=tB y7ãYÏJt 3 tb%x.ur ª!$# 4n=tã Èe@ä. &äóÓx« $Y7Ï%§ ÇÎËÈ
52. tidak halal bagimu
mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti
mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu
kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. dan adalah Allah
Maha mengawasi segala sesuatu. Al ahzab 52.
التطبيق:
1) Contoh dalil yang
didapat dari ayat itu sendiri
z`»t«ø9$# y#¤ÿyz ª!$# öNä3Ytã zNÎ=tæur cr& öNä3Ïù $Zÿ÷è|Ê 4 bÎ*sù `ä3t Nà6ZÏiB ×ps($ÏiB ×otÎ/$|¹ (#qç7Î=øót Èû÷ütGs($ÏB 4 bÎ)ur `ä3t öNä3ZÏiB ×#ø9r& (#þqç7Î=øót Èû÷üxÿø9r& ÈbøÎ*Î/ «!$# 3 ª!$#ur yìtB tûïÎÉ9»¢Á9$# ÇÏÏÈ
66. sekarang Allah
telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan.
Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang
sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin
Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
2)
Contoh
yang menunjukkan adanya pertentangan actual serta mengenal yang telah lewat dan
akan datang.
Ayat tentang iddah seorang istri yang suaminya wafat, sebagaimana yang
telah disebutkan faidah yang terdahulu. Adapun propaganda nasakh yang
semata-mata berkemungkinan sangat banyak dan tidak terhitung, seperti pada ayat
الصفح,الصبر,العفو,sebetulnya itu dapat dinasakh
dengan ayat سيف (pedang).
·
Dan
yang lebih diutamakan adalah yang kedua, tapi mungkin saja nasakh masuk pada
khobar secara lafadz, dan komposisi secara makna, hal demikian itu dengan makna
perintah dan larangan
·
Adapun
yang murni khabar, maka nasakh tidaklah masuk kepadanya. Jika nasakh masuk
padanya niscaya itu adalah suatu kedustaan bagi yang mengatakannya.
التطبيق:
أ_مثلا
نسخ تلاوةالخبر :contoh
menghapus bacaan khabar
ب_مثال
ماجاء بلفظ الخبروصيغته :contoh
yang dibawakan dengan lafadz khabar, bentuknya serta maknanya secara komposisi.
·
Berdasarkan
pendapat sesungguhnya dhamir itu kembali kepada al-Quran yang ada pada kita
sekarang sesungguhnya huruf لا adalah bermakna tidak
(ناهية), maka apa pun yang ada sebelum ini tidak
ada padanya perdebatan pada kebolehan menasakh lafadz.
2.
Kaedah: Nasakh tidak terjadi kecuali pada “Amar dan Nahi” walaupun
dengan lafadz khabar (hadits)
Penjelasan
kaidah: Teks Wahyu terbagi menjadi 2 yaitu: Thalab dan Khabar
Pembagian
pertama:
perintah dan larangan. Bagian ini termasuk seluruh ibadah asal dan
cabang syara’), seluruh pekerjaan, dan temasuk juga seluruh yang sunnah.
Terkecuali dari semua itu tentang hukum syari’ah dari yang penting seluruh
hajat dan sunnah. Karena hukum syariah tercipta karena menjaga dan
memliharanya. Maka asal seluruh ibadah seperti sholat, dan puasa.
Zakat, haji menjaga lima perkara yang penting melaksanakan keadilan
dan kebaikan, dan apa saja yang membawa fadilah dan menolak sifat buruk,
demikian itu tidak boleh dinasakh, nasakh terjadi hanya pada cabang (rincian)
ini masalah, hal ini yang berhubungan dengan keadaan, kondisi, tempat, masa,
dan bilangan.
Pembagian
kedua:
Yaitu khabar, adakalanya sudah
lewat, dan sudah datang, termasuk juga padanya kisah-kisah, janji kenikmatan,
janji ancaman, seluruh wahyu yang Allah khobarkan tentang dzat nya mulai dari
sifat-Nya yang sempurna, perbuatan-Nya yang menunjukkan atas keagungan-Nya,
seperti halnya meliputi seluruh wahyu Allah tentang malaikat, hari akhir, dan
penciptaan langit dan bumi.
Dikatakan juga sesungguhnya khobar itu ada kalanya bisa dinasakh
pada lafadznya atau maksudnya.
Nasakh
lafadz ada dua bentuk:
·
Pertama:
taklifnya dihapus dengan khobar, maka ini boleh saja, dan ini bentuk hipotesa
(ansumsi) menyebutkannya untuk menyempurnakan.
·
Kedua:
bacaanya dihapus, dan hal ini juga diperbolehkan.
Penerapan
kaidah:
1.
مثال نسخ تلاوة الخبر
: contoh menghapus bacaan khobar.
2.
مثال ما جاء بلفظ الخبرو صيغته: contoh yang dilakukan dengan
lafadz khobar, bentuknya, serta maknanya secara komposisi
Berdasarkan pendapat sesungguhnya dhomir
itu kembali kepada al-Qur’an yang ada pada kita sekarang sesungguhnya huruf
“la” bermakna tidak, maka apapun yang ada sebelum ini tidak ada perdebatan pada
bolehnya menasakh lafadz.
3.
Kaidah: Kasus nasakh di
dalam al-Qur’an dua kali di tinggalkan.
Penjelasan kaidah: kaidah ini terbentuk karena suatu penelitian,
dan telah mengarah kepada dua perkara di dalam al-Quran.
1)
Kaidah-kaidah
yang saling berkaitan, maka dipertimbangkan
2)
Nasakh
shalat tidak ditolak hingga mencapai 5 waktu pada malam mi’raj, meskipun contoh
ini adalah adanya perbedaan di antara ahli ilmu., apakah shalat dihitung dari
penasakhan atau tidak? Demikian itu tidak mencapai taklif dengan satu cara,
karena dinasakhnya sebelum memungkinkan melakukannya.
وقولنا: "ممتنعة"
dari sejak kejadian, kendati demikian itu boleh secara logika dan agama.
التطبيق: nasakh kiblat, sejak
mereka menyangka bahwa kiblat ada di Mekkah
tertuju kepada ka’bah. Ketika Rasulullah berpindah ke Madinah, kiblat
berpindah ke Baitul Maqdis, kemudian dinasakh kemudian berpindah ke ka’bah.
Al hafizh mengatakan ini adalah dhaif,wajib pada kasus nasakh ini
dua kali.
4.
Kaidah: Asal tidak dinasakh
Penjelasan : menjelaskan pada kaidah yang terdahulu sesungguhnya
nasakh tidak boleh ditetapkan dengan ihtimal. Dalam berpendapat dalamnya harus
memiliki beberapa syarat.
Pada kaidah ini menyempurnakan untuk demikian makna dan menempatkan
yang asal digunakannya yaitu sesungguhnya kasus apa saja untuk nasakh tidak
tertentu pada syarat-syarat yang diperhatikan. Adakalanya ditolak dengan kaidah
ini, jadilah pendakwa mencari dalil yang benar untuk dakwaannya.
5.
Kaidah: Menambah terhadap teks jika diangkat hukum syar’I, maka
disebut nasakh, jika diangkat hukum logika maka dia bukan nasakh
Penjelasan:
Kaidah ini adalah asal yang sangat penting yang membuat
bermacam-macam, seluruh rincian yang berhubungan dengan masalah yang ditandai
dengan ziadatun ‘ala nash.
·
Menambah
terhadap teks tidaklah disebut menasikh bagi teks kecuali jika menetapkan
sesuatu yang telah di tetapkam oleh teks. Adapun apabila telah bertambah akan
sesuatu maka teks terdahulu akan diam, dan tidak menolak karena menghilangnya, dan
tidak pula menetapkannya. Maka menambah ketika itu hanya mengangkat hukum untuk
melepaskan yang asli, hal ini dikenal dalam ushul denganالاباحة العقلية , yang sama juga dengan استصحاب العدم الاصلي
(menyertakan ketiadaan yang asal) sampai ada dalil yang menyebutkannya.
·
Mengangkat “al
baraah ashliyah” bukanlah disebut nasakh, nasakh itu mengangkat hukum syar’I
yang tetap dengan dalil agama.
·
Untuk
“ziyadah” memiliki dua bagian
a) Satu bagian yang berbeda dengan teks yang
disebutkan sebelumnya, dan ini disebut nasakh
b) Satu bagian yang tidak ada tambahan serta
berbeda teks, bahkan ada menambah sesuatu yang telah membuat diamteks yang
pertama, hal ini tidak boleh disebut nasakh. Bahkan untuk menjelaskan suatu
hukum adalah dibungkam.
Dan dikatakan juga kaidah ini: yang dimaksud dengan الريادة
sesuatu yang ada pada
makna-makna dan maksud-maksud lafadz. Yang dimaksud dengan nash yaitu al-Qur’an
dan as-Sunnah.
Yang dimaksud dengan الزيادة على الناس : ditemukan teks
syar’I, dan memberikan faedah hukum, kemudian mendatangkan teks yang lain, atau
apa yang ada pada hukumnya dalam memberi faedah hukum syar’I, maka bertambah
atas apa yang memberikan faedah oleh teks pertama. Dan menyertakan ziadah yang
tidak terkandung padanya.
Berikut rician macam-macam ziadah dari segi
kewujudannya dan ketiadaannya.
1)
Ziyadatul
mustaqilatu: makna yang ditambah dari dirinya sendiri dan bukan suatu bagian
atau syarat untuk yang lain, dan ini terbagi menjadi dua:
a.
Bahwa
yang menambah itu akan merubah jenis yang ditambah. Seperti menambah zakat atas
sholat, dan ini tidak termasuk nasakh.
b.
Bahwa
yang menambah tersebut sama dari jenisnya. Seperti : menambah sholat dengan
sholat yang lain, ini tidak termasuk nasakh.
2)
Ziyadah
ghairu mustaqillah: makna ziyadah tidak memerlukan tambahan.
Bahkan berkaitan dengan macam-macam dari hubungan-hubungan. Ziyadah
disini banyak terjadi perbedaan, standarnya mengikuti apa yang telah ditetapkan
oleh kaidah. Kemudian terbagi kepada tiga macam.
a.
Ziyadah
adalah suatu bagian dari mazid ‘alaih
b.
Ziyadah
adalah suatu syarat bagi mazid ‘alaih
c.
Ziyadah
yang mengangkat pemahaman yang berbeda untuk mazid ‘alaih
6.
Kaidah: menasakh bagian hukum atau syaratnya hukum tapi tidak
termasuk menghapus keasliannya.
Penjelasan: tidak ada perbedaan pendapat pasti bahwa ada kekurangn
dari ibadah atau hukum membawa pada nasakh bagi sesuatu yang digugurkan
darinya, karena ibadah itu secara jumlah hukum kemudian dihilangkan
kewajibannya.
Adapun yang berhubungan dengan yang masih ada, apakah itu di
mansuhk? Maka diliha, jika tidak ada sebab yang menahan ke shahihan hukum
terhadapnya, maka tidak ada perbedaan uga, karena hal itu bukanlah nasakh bagi
yang aslinya seperti pekerjaan sunnah dari snnah-sunnah ibadah.
Jika ada sebab yang menahan keshahihannya entah itu dari syarat
atau karena lainnya, maka ada perbedaan padanya, dan yang paling راجح
(kuat) itu bukanlah nasakh untuk ibdah, bahkan dia serupa dengan “Takhsis Am”
Contoh:
a.
Nasakh
syarat: menghadap kiblat ke baitul maqdis ini adalah syarat sahnya sholat,
kemudian syarat ini dinasakh. Nasakh ini bukanlah nasakh untuk hukum sholat
yang dri aslinya.
b.
Nasakh
juzu: menasakh hukum tentang radho’ah dari 10 kali menjadi 5 kali, yang
demikian itu berdasarkan apa yang dibaca pada al-Qur’an.
7. Kaidah: كل ما وجب امتثاله في وقت ما، لعلة تقتضي ذلك
الحكم، ثم ينتقل بانتقالها الى حكم اخر فليس بنسخ (setiap sesuatu yang wajib dipatuhi pada waktunya
karena satu sebab yang memerlukan hukum, kemudian hukum itu berpindah kepada
hukum yang lain karena sebabnya (‘illat) berpindah maka demikian itu bukanlah
nasakh.
Penjelasan: yang dimaksud dengan kaidah ini
bahwa apapun yang telah diperintahkan itu memiliki sebab, kemudian sebab ini
hilang, maka hukum itu hilang dengan hilangnya sebab. Yang demikian tadi tidak
termasuk nasakh.
Hal ini berbeda dengan apa yang tela
syari’at hukum kan secara muthlaq atau pada اعيان,
sesungguhnya membenarkan hukum dengan sebab-sebab ‘illat yang khusus pada waktu
itu tidak diperbolehkan
Contoh:
Banyak disebutkan pada ayat yang
memerintahkan bersabar ketika lemah dan kekurangan serta meminta ampun bagi
orang-orang yang tidak mengharapkan keridhoan Allah dan lainnya.
Terulangnya dua hukum yaitu selamat ketika
lemah, binasa ketika kuat dengan sebab keduanya kembali, maka bukanlah hukum
binasa menghapus hukum lemah, bahkan setiap keduanya wajib mematuhi pada
waktunya. Karena itu sebagian mereka menyatakan tentang ayat saif, hal
keadaannya menasakh 124 ayat yang ida benar (هو الله
اعلم)
8. Kaidah: كل حكم ورد في خطاب مشعر بالتوقيت، او ربط بغابة مجهولة، ثم
انقضى بانقضائها، فليس بنسح.
(setiap hukum yang disebutkan pada
pembicaraan inderawi dengan pemilihan waktu atau dihubungkan dengan puncak
kebodohan, kemudian ditentukan dengan ketentuannya maka semua ini bukanlah
nasakh)
Dan makna pada kaidah ini tidak memerlukan
penjelasan.
Contoh:
فَٱعۡفُواْ وَٱصۡفَحُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ
ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ١٠٩
.Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan
perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.