PENDAHULUAN
Al Qur’an merupakan kitab Allah sebagai sumber utama ajaran Islam yang bersifat universal dalam hal waktu dan tempat. Al Qur’an diturunkan selama kehidupan Nabi Muhammad SAW yang ditulis dengan bahasa Arab namun untuk tujuan universal. Target audiens Al Qur’an adalah seluruh umat manusia tanpa memandang bahasa atau bahkan agama. Bila setiap karya tulis manusia mesti fokus pada suatu tema tertentu dan jadinya selalu tersegmentasi, maka kitab ini justru tiada bersegmen/berbatas samasekali! Hal itu karena setiap patah kata di dalamnya bisa dimaknai secara multi dimensi, termasuk dapat ditinjau dari sudut pandang manapun. Sehingga isinya bisa nampak fokus, karena memang selalu terfokus pada suatu tema/topik yang relevan, dan juga bisa menjadi amat divergen (multi intepretasi) karena dimensi maknawinya yang amat meluas. Universalitas kitab itu juga karena seluruh isinya mencakup segala realitas faktawi di semesta alam. Oleh karena itu, isyarat ilmiah yang disampaikan dalam Al Qur’an dapat dijadikan petunjuk bagi seluruh umat manusia untuk memahami keagungan dan kekuasaan Tuhan di alam raya ini sehingga dapat mengambil pelajaran (ibrah) dari padanya. Salah satu isyarat ilmiah yang universal tersebut terdapat dalam (Q.S. An-Nur ayat 35).
II PEMBAHASAN
A. Kecepatan Cahaya
Mengapa Allah mengidentifikasikan diriNya menggunakan ungkapan cahaya langit dan bumi? Karena dia merupakan tujuan akhir evolusi sebagaimana cahaya. Bukan hanya itu, ada sifat cahaya yang lebih mendasar dan dikenal baik oleh para ahli fisika. Sampai awal abad ke-20, para ahli fisika masih menerima eter sebagai subtansi yang memenuhi alam semesta dan menjadi medium rambatan cahaya dari ruang angkasa kebumi. Penerimaaan atas substansi yang diperkenalkan Aristoteles ini bersifat turun-temurun dan belum pernah diuji kebenarannya. Pada tahun 1887 ahli fisika Amerika, Albert Graham Michelson dibantu ahli kimia Edward Williams Morley melakukan percobaaan untuk menguji keberadaan eter ini. Eter yang mengisi alam semesta diasumsikan diam terhadap matahari sehingga bergerak terhadap bumi baik akibat gerak rotasi maupun revolusi bumi. Keberadaan eter akan memberikan perbedaan waktu antara cahaya yang langsung dipantul (garis kontinu) dan cahaya yang diteruskan (garis putus) oleh setengah cermin tengah untuk sampai pada pengamat atau detector kecuali ketika peralatan diputar sebesar 45 derajat. Michelson dan Morley meenggunakan cahaya kuning natrium, jarak antara cermin tengah dan cermin pinggir 11 meter dan memutar peralatannya sejauh 45 derajat dan 90 derajat, menggunakan peralatan, bahan dan rotasi tersebut memungkinkan mengamati selisih waktu yang tertangkap dalam bentuk perubahan garis pola interferensi.
Kecepatan cahaya merupakan kecepatan tertinggi di alam dan merupakan kecepatan batas, kecepatan absolut. Tidak ada kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya. Barangkali sifat absolut cahaya inilah yang dipilih Allah untuk merepresentasikan diri-Nya yang memang serba absolut, tidak ada sesuatu pun yang melebihi sifat-sifat maupun keagungan diri-Nya.
Meski sumber cahaya dapat diperoleh di rumah-rumah, kantor-kantor, pos-pos ronda, atau di jalan-jalan berupa bola lampu listrik tetapi cahaya lebih sering diidentifikasi berasal dari matahari. Kenyataan ini seolah menuntun kita pada adanya revolusi dari hal yang sifatnya material menuju hal immaterial, membimbing untuk mi’raj atau pendakian dari bumi tempat batu ambar dan batu lapis ke langit tempat matahari berada. Keberadaan hierarki dan proses pendakiannya merupakan ajaran utama dari semua kelompok tarekat. Manusia, semua manusia berupaya memahami dan menggapai cahaya. Semua agama besar menempatkannya sebagai tema sentral . pencarian ilmiah sejak leluhur prasejarah sampai arsitek teknologi modern ultracanggih dipenuhi oleh cahaya. Para peziarah baik ke Mekkah, Jerusalem, Allahabad, Amristar, CERN, atau Fermilab semua berburu cahaya.[1] Tentang cahaya kaum muslimin telah memberikan sumbangan besar kepada ilmu yang mengkaji tentang cahaya. Hal itu merupakan hasil dari studi Al-Qur’an yang mendorong ilmuan muslim untuk mengamati dan mengungkap rahasia di balik fenomena benda-benda bercahaya yang berwarna-warni dalam dunia alamiah. Antara lain adalah spektrum cahaya yang sehari-hari diamati oleh banyak orang. Ayat al-Qur’an di dalam Surah an-Nur ayat 35 itu telah mendorong penelitian tentang berbagai aspek dari cahaya, termasuk aspek ptic, spectrum, refleksi, dan refraksinya, dan mengilhami para ilmuan untuk lebih dalam lagi mempelajari fenomena fisik serta menemukan kegaiban Tuhan. Al-Kindi, Al-Haytham, Al-Nayrizi dan banyak lagi yang Lain pasti telah membaca ayat-ayat tersebut berulang kali dan mendapatkan inspirasi yang segar untuk meningkatkan kegiatan penelitiannya dalam bidang optik. Mereka juga telah mencatat dan membandingkan sifat cahaya bulan dan matahari. [2] mereka adalah orang-orang yang senang merenungkan terhadap alam yang akan membuat peradaban berkembang seperti yang termaktub dalam alqur’an Surah al-Jatsiyah :13[3]
A. Tafsir Tentang Cahaya
1. al-An’am (55/6, ayat 122)
`tBurr& tb%x. $\GøtB çm»oY÷uômr'sù $oYù=yèy_ur ¼çms9 #YqçR ÓÅ´ôJt ¾ÏmÎ Îû Ĩ$¨Y9$# `yJx. ¼ã&é#sW¨B Îû ÏM»yJè=à9$# }§øs9 8lÍ$s¿2 $pk÷]ÏiB 4 Ï9ºxx. z`Îiã tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 $tB (#qçR%x. cqè=yJ÷èt ÇÊËËÈ
“Dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia kami hidupkan” Abu hayyan berkata : pada ayat terdahulu Allah menyebut orang mukmin dan orang kafir, disini Allah menyerupakan orang-orang mukmin dengan orang hidup yang diterangi cahaya dimanapun ia berjalan. Sedang orang kafir adalah orang yang diliputi kegelapan ditempat ia menetap. Perumpamaan ini untuk membedakan kedua golongan tersebut. “dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia”dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang sebagai petunjuk yang dapat memberikan harapan bagi segala sesuatu, sehingga manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang bathil. “serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?” serupa dengan orang yang tersesat dalam kegelapan kekafiran yang tidak tahu jalan keluar dari padanya ? Al-Baidhawi berkata : “ini adalah perumpamaan bagi orang yang tetap dari kesesatan, dia tidak tahu bahwasanya dia dalam keadaan tersesat”. “Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.sebagaimana ia tetap dalam kegelapan, tersesat di dalamnya. Demikianlah hal itu baik bagi orang-orang kafir. Dan kami jadikan mereka itu memandang baik terhadap kemusyrikan dan maksiat yang telah mereka kerjakan.[4]
2. al-Baqarah (87/2, ayat 17)
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=yds ª!$# öNÏdÍqãZÎ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß w tbrçÅÇö6ã ÇÊÐÈ
“perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api (Orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, karena sifat-sifat kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. Keadaan mereka digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari )mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat”.
Allah membuat dua perumpamaan bagi orang-orang munafik yang menjelaskan kerugian besar mereka, dalam firmanNya : “perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api”(at-tasybih at-tamtsiliyyah), perumpamaan mereka dalam kemunafikan dan kondisi mereka yang mengherankan, seperti keadaan orang yang menyalakan api supaya menyinari mereka, api tersebut tidaklah menyala bahkan padam, membiarkan mereka dalam kegelapan dan ketakutan yang sangat. “Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka”, disaat api itu menerangi tempat sekelilingnya mereka dapat melihat dan tenang. Lalu Allah meniup api yang bersinar itu kemudian menghilangkan cahaya yang menyinari mereka secara keseluruhan. Sehingga padamlah api dan hilanglah cahaya. “dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat”, Allah membiarkan mereka dalam kegelapan dan sangat ketakutan, mereka menjadi terlunta-lunta dan tidak mendapat petunjuk. Ibnu Katsir berkata : “Allah membuat perumpamaan orang-orang munafik, karena mereka membeli kesesatan dengan petunjuk, membuat mereka mereka dibutakan setelah dapat melihat, sebab ketika seseorang yang menyalakan api ketika api itu menyinari sekelilingnya, maka orang itu mendapat manfaat, ia dapat melihat kanan kirinya. Pada waktu lain, ketika api masih menyinari, tiba-tiba api itu padam, sekelilingnya menjadi gelap, dia tidak dapat melihat dan tidak mendapatkan petunjuk. Begitu juga kondisi orang-orang munafik yang menukar kesesatan dengan petunjuk. Mereka lebih mencintai kesesatan dari pada petunjuk. Perumpamaan ini merupakan bukti bahwa mereka sesungguhnya beriman kemudian menjadi kafir. Oleh karenanya, Allah melenyapkan cahaya mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, keraguan, kekafiran dan kemunafikan. Mereka tidak mendapat jalan yang baik, Dan tidak mengetahui jalan keselamatan. Orang-orang munafik tersebut bukan saja seperti orang yang berusaha menyalakan api, tetapi apinya berhasil menyala yang menghasilkan kehangatan dan terang, tapi mereka enggan menggunakannya, maka Allah meninggalkan mereka tanpa penerang sehingga mereka berada dalam aneka kegelapan dan udara yang pengab akibat kepanasan api dan asap yang menyelubungi mereka, kendati nyalanya yang berfungsi menerangi telah tiada.[5] Ibnu Al-Qayyim menuturkan renungilah firman Allah: “Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka” tapi tidak mengatakan “Allah melenyapkan api yang menyinari mereka”, padahal kalimat ini cocok untuk menyesuaikan konteks kalimat pertama “orang yang menyalakan api”. Bahwasanya api dapat menyinari dan membakar, Allah menghilangkan sifat api yang menyinari yaitu cahaya yang menyisakan unsure pembakar, yaitu “sifat api”. Renungkan bagaimana Allah berfirman “"بنورهم tidak mengatakan “"بنورهم sebab dhau’ adalah tambahan nur. Jika diucapkan : ذهب الله بضوئهم maka akan menjadi ragu hilangnya dengan tambahan saja tanpa adanya keaslian. [6]
3. al-Ahzab (90/33, ayat 46)
$·Ïã#yur n<Î) «!$# ¾ÏmÏRøÎ*Î %[`#uÅ ur #ZÏYB ÇÍÏÈ
“dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi”.
Tafsirnya: daiyan artinya menyeru kepada thaat, sirajan munira adalah umpama Allah memberi petunjuk. Siraj adalah matahari yg Nampak, siraj yang dimaksud disini adalah nabi Muhammad yg darinya cahaya hissi dan maknawi.[7]
4. al-Hadid (94/57, ayat 28)
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qãZÏB#uäur ¾Ï&Î!qßtÎ öNä3Ï?÷sã Èû÷,s#øÿÏ. `ÏB ¾ÏmÏGyJôm§ @yèøgsur öNà6©9 #YqçR tbqà±ôJs? ¾ÏmÎ öÏÿøótur öNä3s9 4 ª!$#ur Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇËÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman (kepada Para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu.dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Tafsirnya adalah “Hai orang-orang yang beriman (kepada Para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya”, hai orang yang percaya kepada Allah, bertakwalah kalian kepada-Nya dengan menunaikan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan tetaplah kalian pada iman kalian. “niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian”, jika kalian berbuat demikian, Allah memberi kalian dua kali lipat dari rahmat-Nya. “dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan”. Allah di akhirat kelak menciptakan cahaya untuk kalian yang dengannya kalian berjalan diatas sirath (jembatan di akhirat). “dan Dia mengampuni kamu”, dan Allah mengampuni perbuatan maksiat yang telah kalian lakukan. “dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Allah mahaagung ampunan-Nya dan Mahaluas rahmat-Nya. “ supaya ahli kitab mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikitpun akan karunia Allah”. Kami benar-benar menjelaskan hal tersebut agar kafir Ahli kitab mengetahui bahwa mereka tidak mampu mengkhususkan karunia Allah bagi mereka. Mereka juga tidak mungkin mengkhususkan risalah dan kenabian pada mereka. Ulama tafsir berkata, “sebelumnya ahli kitab mengatakan, “wahyu dan risalah ada pada kami dan kitab serta syariat hanya milik kami. Allah mengkhususkan fadhilah yang agung ini kepada kami dari seluruh umat manusia”. Maka Allah menentang mereka dengan ayat tersebut. “dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya”, sesungguhnya perkara kenabian, hidayah dan keimanan ada ditangan Allah Maha Rahman. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara makhluk-Nya. “Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. Allah maha luas anugerah dan kebaikan-Nya.[8]
5. an-Nur (102/24, ayat 35)
ª!$# âqçR ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 ã@sWtB ¾ÍnÍqçR ;o4qs3ô±ÏJx. $pkÏù îy$t6óÁÏB ( ßy$t6óÁÏJø9$# Îû >py_%y`ã ( èpy_%y`9$# $pk¨Xr(x. Ò=x.öqx. AÍhß ßs%qã `ÏB ;otyfx© 7p2t»t6B 7ptRqçG÷y w 7p§Ï%÷° wur 7p¨Îóxî ß%s3t $pkçJ÷y âäûÓÅÓã öqs9ur óOs9 çmó¡|¡ôJs? Ö$tR 4 îqR 4n?tã 9qçR 3 Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4 ÛUÎôØour ª!$# @»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3 ª!$#ur Èe@ä3Î >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇÌÎÈ
"Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu".
“ Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus(Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain), yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)( Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis yakni petunjuk bagi orang mu’min nur atas nur keimanan).. Allah membimbing kepada cahaya-Nya (agama islam) siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”
Penjelasan :
a. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia agar membuat dekat kefahaman bagi yang mengambil itibar serta sampai percaya/beriman mereka
b. Allah menerangi bumi dan langit (cahaya ini adalah seperti haqiqat hati (bashirah), Allah menciptakan cahaya dilangit dgn matahari, dan bulan, dan bintang-bintang, planet-planet, dan ‘arasy, dan malaikat. Dan dibumi dengan lampu-lampu, pelita, syumu’, nabi-nabi, ulama, orang-orang sholeh, nur dimaknai dengan nampaknya segala sesuatu dari tiada menjadi ada. Ibnu ‘Athoillah dalam kitab al-hikam: semesta ini seluruhnya gelap lalu yang meneranginya adalah nampaknya kebenaran di dalamnya. Lalu adanya alam karena adanya Allah jika tidak ada Allah maka tidak ada sesuatu juapun dari alam.
c. (matsalu nurihi) misal diartikan sbg sifat di dlm hati orang beriman secara hissi dan ma’nawi
d. misykat khilafiyah ada dari bahasa arab ada bhs habasyah yang diubah/ diserap.jendela diumpamakan sebagai tempat masuk seluruh cahaya.
e. Pohon zaitun di artikan sebagai orang beriman yng punya banyak manfaat bagi orang-orang disekitarnya.
f. (dada orang beriman)diumpamakn misykat sedangkan hati mu’min diumpamakan kaca, dan ma’rifahnya seperti pohon zaitun dan iman seperti lampu/mishbah.
Firman Allah : "مثل نوره "”perumpamaan cahaya-Nya” ada dua pendapat berkaitan dengan dhomir (kata ganti orang ketiga) dalam ayat ini ;
1. Dhamir tersebut kembali kepada Allah, yakni perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati seorang mukmin seperti misykah (lubang yang tak tembus), demikian dikatakan oleh Abdullah bin Abbas r.a
2. Dhamir tersebut kembali kepada orang-orang mukmin yang disebutkan dalam konteks kalimat, yakni perumpamaan cahaya seorang mukmin yang ada dalam hatinya seperti misykaah. Hati seorang mukmin disamakan dengan fitrahnya, yaitu hidayah dan cahaya al-Qur’an yang diterimanya yang sesuai dengan fitrahnya. Ada yang menafsirkan saksi di sini dengan Jibril a.s. Adapula yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan saksi di sini ialah Al Quran itu sendiri karena Al Quran itu adalah suatu mukjizat yang tidak dapat dibantah atau dibatalkan.[9]
Allah menyamakan kemurnian hati seorang mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur’an dan syari’at yang dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak, tidak kotor dan tidak bengkok. Firman Allah : (كمشكوة) seperti sebuah lubang yang tak tembus, Ibnu Abbas, Mujahid, Muhammad bin ka’ab, dan lainnya mengatakan : Misykaah adalah tempat sumbu pada lampu, itulah makna yang paling masyhur. Firman Allah fiiha mishbah “yang di dalamnya ada pelita besar” yaitu cahaya yang terdapat di dalam lentera. Ubay bin Ka’ab mengatakan : “Mishbaah adalah cahaya, yaitu al-Qur’an dan iman yang
Tafsir Ilmu Kementerian Agama RI pada QS. An-Nur ayat 35[10]
Ayat tersebut mendorong beberapa ilmuwan untuk meneliti berbagai aspek fisik cahaya.
| |
Mata, alat optic yang berfungsi sebagai indera penglihatan, dapat berfungsi karena adanya cahaya dari objek yang dilihat.
|
Pada pertengahan abad X, Alhazen mengembangkan sebuah teori yang menjelaskan tentang indera penglihatan, menggunakan geometrid an anatomi. Teori itu mengatakan bahwa mata dapat melihat benda-benda di sekeliling karena adanya cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh benda-benda yang bersangkutan, masuk ke dalam mata.
|
Alhazen pun ketika itu mengangagap bahwa cahaya adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak pada kecepatan tertentu. Alhazen juga mengebangkan Teori Ptolemy.
|
Setelah Alhazen, Sir Isaac Newton (1642-1727), yang terkenal dengan Teori Emisi atau Teori Partikel, mengemukakan pendapatnya bahwa dari sumber cahaya dipancarkan partikel-partikel yang sangat kecil dan ringan ke segala arah dengan kecepatan yang sangat tinggi. Berdasarkan temuannya, Newton mengatakan juga bahwa cahaya dapat merambat lurus tanpa terpengaruh gaya gravitasi bumi. Hukum pemantulan Snellius berlaku untuk cahaya.
Cristian Huygens (1629-1695), mengemukakan bahwa pada dasarnya cahaya sama dengan bunyi, dan berupa gelombang, perbedaannya hanya pada panjang gelombang dan frekuensinya. Dalam teori Huygens ini peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi, maupun difraksi cahaya dapat dijelaskan secara tepat, namun belum dapat member penjelasan yang gambling mengenai sifat cahaya merambat lurus.
Cahaya sebagai gelombang elektromagnetik.
|
Percobaan James Clerk Maxwell (1831-1879), dengan teori elektromagnetiknya menyatakan bahwa cepat rambat gelombang elektromagnetik sama dengan cepat rambat cahaya, yaitu 300.000 km/detik. Albert Michelson dan James Morley (1887), membuat mesin untuk menguji teori Maxwell, menyimpulkan bahwa kecepatan gelombang cahaya adalah tetap.
| |
(a) Gelombang Transversal: arah rambatnya tegak lurus dengan arah getarnya
(b) Polarisasi data diartikan penyearahan gerak getaran gelombang. Hanya gelombang transversal yang dapat mengalami polarisasi
|
Gelombang cahaya diyakini sebagai gelombang elektromagnetik, yaitu kombinasi medan listrik dan medan magnet yang berosilasi dan merambat lewat ruang dan membawa energy dari satu tempat ke tempat yang lain. Maxwell juga berkesimpulan bahwa cahaya merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik. Hal ini didukung oleh Heinrich Rudolph Hertz (1857-1894) yang membuktikan bahwa gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal, sesuai dengan kenyataan bahwa cahaya dapat menunjukkan gejala polarisasi.
| |
Peter Zeeman (1852-1943), menunjukkan bahwa medan magnet yang sangat kuat dapat berpengaruh terhadap berkas cahaya. Peecobaan yang dilakukan oleh Stark (1874-1957) menyimpulkan bahwa medan listrik yang sangat kuat juga dapat mempengaruhi berkas cahaya.
Teori kuantum pertama kali dicetuskan pada tahun 1900 oleh karl Ernst Ludwig Plank (1858-1947). Planck mengamati sifat-sifat radiasi benda hitam hingga ia pada tahun 1901 berkesimpulan bahwa energy cahaya terkumpul dalam paket-paket energy yang disebut kuanta atau foton. Namun, foton pada teori Planck tidak bermassa, sedangkan teori partikel pada teori Nemton bermassa. Pernyataan Planck mendapat dukungan dari Albert Einstein, ebrhasil menerangkan gejala fotolistrik. Fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya electron dari suatu logam yang dicahayai dengan panjang gelombang tertentu.
Dari seluruh teori cahaya yang muncul, dapat disimpulkan bahwa cahaya mempunyai sifat dual (dualism cahaya), yaitu cahaya dapat bersifat sebagai gelombang untuk menjelaskan peristiwa interferensi dan difraksi, tetapi di lain pihak cahaya dapat berupa materi tak bermassa yang berisikan paket-paket energy yang disebut kuanta atau foton sehingga dapat menjelaskan peristiwa efek foto listrik.
Diskusi pada QS. An-Nur ayat 35[11]:
Tafsir Q.S. An Nur ayat 35 di atas menunjukkan universalitas Al-Qur’an. Sesuai dengan latar belakang keilmuannya berusaha untuk mengambil ‘ibrah’ dan menjabarkan maksud isyarat ilmiah ‘nur’ (cahaya).
Cahaya memiliki peran yang sangat besar di alam semesta. Demikianlah Allah memberi cahaya (aspek fisik cahaya) (kepada) langit dan bumi. Dengan cahaya-Nya (aspek fisik cahaya), kita dapat melihat benda-benda, mengidentifikasi, dan memanfaatkan untuk kemaslahatan dunia akherat.
Proses melihat suatu benda dapat dilihat oleh mata apabila benda tersebut memantulkan cahaya. Pantulan cahaya itu diterima mata melalui lensa masuk ke dalam retina, rangsangan cahaya diterima oleh sel-sel reseptor kemudian diteruskan ke sarah mata (optik) dan dalam bentuk impuls saraf (sinyal). Selanjutnya, rangsang dikirim ke pusat sarah penglihatan di otak untuk diterjemahkan. Setelah itu, barulah kita melihat benda tersebut. Apabila kita melihat sebuah benda, misalnya sebuah lilin yang menyala, pada retina akan terbentuk bayangan terbalik dengan ukuran lebih kecil daripada benda yang sebenarnya. Impuls saraf dan retina dikirm ,elalui saraf optik ke pusat saraf penglihatan di otak. Kemudian, otak mengubahnya menjadi lilin yang menyala dalam ukuran sebenarnya dan tidak terbalik (Ediciones, 1994)[12] . Salah satu bagian mata adalah lensa mata. Lensa mata termasuk lensa konvergen atau lensa cembung atau lensa positif. Walaupun pembiasan cahaya yang masuk ke mata lebih banya terjadi pada kornea, lensa mata juga membiaskan dan memfokuskan berkas cahaya agar benda dapat terlihat dengan jelas. Retina berfungsi mengubah gelombang cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya diteruskan melalui saraf optic menuju otak.[13] Mata normal (emmetropi) dapat melihat dengan baik pada jarak sekitar 25 cm – ∼ (tak terhingga melalui kemampuan akomodasi. Akomodasi mata adalah penyesuaian panjang focus (f) lensa mata dengan jarak benda yang dilihat mata, sehingga bayangan benda dapat difokuskan pada retina. Benda dapat dilihat dengan jelas oleh mata jika bayangannya tepat di retina. Panjang fokus lensa mata adalah jarak antara lensa dan titik fokus lensa (F).
Daya Akomodasi Mata
|
Perubahan kelengkungan lensa menyebabkan jari-jari kelengkungan lensa berubah dan karenanya panjang fokus lensa berubah. Jika mata mengamati benda pada titik jauh, otot siliari mengendur (rileks), menyebabkan lensa mata menjadi lebih pipih sehingga jari-jari kelengkungan dan panjang fokus lensa bertambah.
|
Ketika jarak benda sangat jauh
|
Titik jauh, Punctum Remotum (PR) adalah jarak terjauh yang dapat difokuskan oleh mata dengan tidak berakomodasi, di mana titik jauh mata normal adalah tak berhingga (∼). Ketika mata menyesuaikan panjang fokus lensa untuk memfokuskan benda pada titik jauh atau benda berjarak tak berhingga, mata berakomodai maksimum.
|
Ketika jarak benda sangat dekat
|
Apabila mata mengamati benda pada jarak dekat, otot siliari menegang (kontraksi) menyebabkan lensa mata menjadi lebih lengkung sehingga jari-jari kelengkungan dan panjang fokus lensa bertambah. Jarak benda ke mata terdekat yang masih mampu difokuskan mata dengan berakomodasi maksimum disebut titik dekat, Punctum Proximum (PP). Rata-rata manusia mempunyai titik dekat 25 cm.
|
Mata normal, secara alamiah memiliki daya akomodasi yang baik sehingga dapat melihat benda jauh maupun dekat dengan jelas. Apabila daya akomodasi mata tidak optimal, maka perlu dibantu dengan kacamata. Fungsi kacamata adalah untuk membantu menyesuaikan fokus lensa mata. Untuk lensa mata yang kurang dapat menipis (rabun jauh/miopi), dibantu dengan kacamata berlensa negative/lensa cekung. Untuk lensa mata yang kurang dapat mencembung (rabun dekat/hipermetropi), dibantu dengan kaca mata positif/berlensa cembung. Untuk mata tua (presbiopi), lensa mata kurang dapat mencembung dan mencekung sehingga ditolong dengan kacamata berlensa rangkap, cekung dan cembung.
|
Tafsir surah al-An’am ayat 122. Artinya “Dan apakah orang yang sudah mati lalu kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan”
Cahaya disini diibaratkan dengan al-Huda (petunjuk) dan al-Ȋmȃn. al-Hasan berkata: itu adalah al-Qur’an. Ada pula yang mengatakan itu adalah hikmah. Dikatakan juga itu adalah an-Nur al-Mazkur dalam firman-Nya: “ betapa cahaya mereka bersinar di depan dan disamping kanan mereka” (QS. Al-Hadȋd: 12) dan firman-Nya: “Tunggulah kami! Kami akan mengambil cahayamu” (QS. Al-Hadȋd: 13). (dapat berjalan dengannya) yaitu cahaya. [14]
“Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.”(al-Baqarah:17)
Surah al-ahzab ayat 45-46 : “Hai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringata. dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi”.
Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan ntuk menjadi cahaya yang menerangi, penyeru kepada makhluk untuk mengesakan Allah, taat dan menyembah-Nya, dengan perintah dari Allah, bukan inisiatifmu sendiri. “dan untuk menjadi cahaya yang menerangi” kamu hai Muhammad bagaikan lampu terang benderang yang menerangi umat manusia. Kamu menjadi petunjuk dalam kegelapan, sebagaimana obor menjadi petunjuk dalam kegelapan malam. Ibnu katsir berkata: yakni kamu wahai Muhammad bagaikan matahari yang bersinar dan terang, tidak ada yang mengingkari matahari kecuali orang-orang yang menentang. Allah menyifati Nabi dengan lima sifat dan semuanya merupakan kesempurnaan, keelokan, dan sanjungan. Allah menutup sifat-sifat tersebut dengan sifat bahwa beliau adalah lampu yang terang benderang yang dengannya Allah mencerai beraikan kesesatan. Shalawat Allah semoga selalu tercurah kepada beliau setiap saat dan waktu.[15]
III Kesimpulan
Cahaya adalah sesuatu ciptaan Allah yang paling cepat di dunia ini menurut sejumlah ulama tafsir modern karena setelah dilakukan penelitian dan melalui proses yang panjang cahaya dikategorikan sangat cepat pencapaiannya dibanding suara atau gema. Cahaya juga ditafsirkan sebagai petunjuk terhadap orang yang beriman dan juga diumpakan sebagai kebenaran yang hakiki. Karena seluruh benda dan partikel dibumi ini terang dan bersinar karena cahaya. Bumi dan langit yang sebelumnya gelap menjadi terang ketika Allah jadikan cahaya sebagai penyinarnya. Dan ada pendapat ulama bahwa awal-awal sesuatu yang diciptakan adalah cahaya yakni Nur Nabi Muhammad saw. Semoga kita dapat mengambil manfaat dan hikmah tentang cahaya yang diciptakan tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Daftar Pustaka
Al-Anshary al-Qurthuby, Abi Muhammad bin Ahmad Tafsir al-Qurthuby Beirut: Darul Qutb al-“Ilmiah, 2010.
Al-Mishry al-Khulwaty al-Maliky, Ahmad bin ash-Showi Khasyiyah ash-Showi Beirut : Darul Qutb al-“Ilmiah, 2009.
Artikel Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI Tentang Optik dan Citranya.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Shafwatut Tafasir: Ayat-Ayat Pilihan, Jil.2 Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Ath-Thabari, Abi Ja’far Muhammad bin Harir Tafsir ath-Thabary Beirut: Darul Qutb al-“Ilmiah, 2009.
Ghulsyani, Mahdi. Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an Bandung: Mizan ,1998.
Purwanto, Agus. The Holy Qur’an and The Sciences of Nature (Ayat-Ayat Semesta) Bandung : Mizan Pustaka, 2008.
Rahman, Afzalur. Qur’anic Science ( Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan) Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir Tangerang : Lentera Hati 2013.
http://www.artikelsiana.com/2014/09/proses-melihat-mekanisme-Mata.html diakses pada hari senin, 27 februari 2017.
[1] Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta, (Mizan Pustaka: 2008) 378-383.
[3] Mahdi Ghulsyani, The Holy Qur’an and The Sciences of Nature: Filsafat Sains menurut al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1998),100.
[4] Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni,………..jilid 2,224-225.
[5] M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013),266.
[6] Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir; Tafsir-tafsir pilihan,jilid 1 (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,2011), 40-46.
[7] العلامة الشيخ أحمد بن الصاوي المصري الخلوتي المالكي, خاشية الصاوي, المجلدالثالث(بيرت :دارالكتب العلمية,2009) 240.
[8] Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni,………..jilid 5,247-248.
[12] http://www.artikelsiana.com/2014/09/proses-melihat-mekanisme-Mata.html diakses pada hari senin, 27 februari 2017.
[14] Abi Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby (Beirut: Darul Qutb al-“Ilmiah, 2010) 52.
[15] Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2001) 250-251.