PENDAHULUAN
Al Qur’an merupakan kitab Allah
sebagai sumber utama ajaran Islam yang bersifat universal dalam hal waktu dan
tempat. Al Qur’an diturunkan selama kehidupan Nabi Muhammad SAW yang
ditulis dengan bahasa Arab namun untuk tujuan universal. Target audiens Al
Qur’an adalah seluruh umat manusia tanpa memandang bahasa atau bahkan agama. Bila
setiap karya tulis manusia mesti fokus pada suatu tema tertentu dan jadinya
selalu tersegmentasi, maka kitab ini justru tiada bersegmen/berbatas
samasekali! Hal itu karena setiap patah kata di dalamnya bisa dimaknai secara
multi dimensi, termasuk dapat ditinjau dari sudut pandang manapun. Sehingga
isinya bisa nampak fokus, karena memang selalu terfokus pada suatu tema/topik
yang relevan, dan juga bisa menjadi amat divergen (multi intepretasi) karena
dimensi maknawinya yang amat meluas. Universalitas kitab itu juga karena
seluruh isinya mencakup segala realitas faktawi di semesta alam. Oleh karena
itu, isyarat ilmiah yang disampaikan dalam Al Qur’an dapat dijadikan petunjuk
bagi seluruh umat manusia untuk memahami keagungan dan kekuasaan Tuhan di alam
raya ini sehingga dapat mengambil pelajaran (ibrah) dari padanya. Salah
satu isyarat ilmiah yang universal tersebut terdapat dalam (Q.S. An-Nur ayat
35).
II PEMBAHASAN
A.
Kecepatan
Cahaya
Mengapa Allah
mengidentifikasikan diriNya menggunakan ungkapan cahaya langit dan bumi? Karena
dia merupakan tujuan akhir evolusi sebagaimana cahaya. Bukan hanya itu, ada
sifat cahaya yang lebih mendasar dan dikenal baik oleh para ahli fisika. Sampai
awal abad ke-20, para ahli fisika masih menerima eter sebagai subtansi yang
memenuhi alam semesta dan menjadi medium rambatan cahaya dari ruang angkasa
kebumi. Penerimaaan atas substansi yang diperkenalkan Aristoteles ini bersifat
turun-temurun dan belum pernah diuji kebenarannya. Pada tahun 1887 ahli fisika
Amerika, Albert Graham Michelson dibantu ahli kimia Edward Williams Morley
melakukan percobaaan untuk menguji keberadaan eter ini. Eter yang mengisi alam
semesta diasumsikan diam terhadap matahari sehingga bergerak terhadap bumi baik
akibat gerak rotasi maupun revolusi bumi. Keberadaan eter akan memberikan
perbedaan waktu antara cahaya yang langsung dipantul (garis kontinu) dan cahaya
yang diteruskan (garis putus) oleh setengah cermin tengah untuk sampai pada
pengamat atau detector kecuali ketika peralatan diputar sebesar 45 derajat.
Michelson dan Morley meenggunakan cahaya kuning natrium, jarak antara cermin
tengah dan cermin pinggir 11 meter dan
memutar peralatannya sejauh 45 derajat dan 90 derajat, menggunakan peralatan,
bahan dan rotasi tersebut memungkinkan mengamati selisih waktu yang tertangkap
dalam bentuk perubahan garis pola interferensi.
Kecepatan
cahaya merupakan kecepatan tertinggi di alam dan merupakan kecepatan batas,
kecepatan absolut. Tidak ada kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya.
Barangkali sifat absolut cahaya inilah yang dipilih Allah untuk
merepresentasikan diri-Nya yang memang serba absolut, tidak ada sesuatu pun
yang melebihi sifat-sifat maupun keagungan diri-Nya.
Meski sumber cahaya dapat diperoleh di rumah-rumah, kantor-kantor,
pos-pos ronda, atau di jalan-jalan berupa bola lampu listrik tetapi cahaya
lebih sering diidentifikasi berasal dari matahari. Kenyataan ini seolah
menuntun kita pada adanya revolusi dari hal yang sifatnya material menuju hal immaterial, membimbing untuk mi’raj atau
pendakian dari bumi tempat batu ambar dan batu lapis ke langit tempat matahari
berada. Keberadaan hierarki dan proses pendakiannya merupakan ajaran utama dari
semua kelompok tarekat. Manusia, semua manusia berupaya memahami dan menggapai
cahaya. Semua agama besar menempatkannya sebagai tema sentral . pencarian
ilmiah sejak leluhur prasejarah sampai arsitek teknologi modern ultracanggih
dipenuhi oleh cahaya. Para peziarah baik ke Mekkah, Jerusalem, Allahabad,
Amristar, CERN, atau Fermilab semua berburu cahaya.[1]
Tentang cahaya kaum muslimin telah memberikan sumbangan besar kepada ilmu yang
mengkaji tentang cahaya. Hal itu merupakan hasil dari studi Al-Qur’an yang
mendorong ilmuan muslim untuk mengamati dan mengungkap rahasia di balik
fenomena benda-benda bercahaya yang berwarna-warni dalam dunia alamiah. Antara
lain adalah spektrum cahaya yang sehari-hari diamati oleh banyak orang. Ayat
al-Qur’an di dalam Surah an-Nur ayat 35 itu telah mendorong penelitian tentang
berbagai aspek dari cahaya, termasuk aspek ptic, spectrum, refleksi, dan
refraksinya, dan mengilhami para ilmuan untuk lebih dalam lagi mempelajari
fenomena fisik serta menemukan kegaiban Tuhan. Al-Kindi, Al-Haytham, Al-Nayrizi
dan banyak lagi yang Lain pasti telah membaca ayat-ayat tersebut berulang kali
dan mendapatkan inspirasi yang segar untuk meningkatkan kegiatan penelitiannya
dalam bidang optik. Mereka juga telah mencatat dan membandingkan sifat cahaya
bulan dan matahari. [2]
mereka adalah orang-orang yang senang merenungkan terhadap alam yang akan
membuat peradaban berkembang seperti yang termaktub dalam alqur’an Surah al-Jatsiyah
:13[3]
A.
Tafsir
Tentang Cahaya
1.
al-An’am (55/6, ayat 122)
`tBurr& tb%x. $\GøtB çm»oY÷uômr'sù $oYù=yèy_ur ¼çms9 #YqçR ÓÅ´ôJt ¾ÏmÎ Îû Ĩ$¨Y9$# `yJx. ¼ã&é#sW¨B Îû ÏM»yJè=à9$# }§øs9 8lÍ$s¿2 $pk÷]ÏiB 4 Ï9ºxx. z`Îiã tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 $tB (#qçR%x. cqè=yJ÷èt ÇÊËËÈ
“Dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan
Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari
padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang
telah mereka kerjakan”.
“Dan apakah orang yang
sudah mati kemudian dia kami hidupkan” Abu hayyan berkata : pada ayat
terdahulu Allah menyebut orang mukmin dan orang kafir, disini Allah
menyerupakan orang-orang mukmin dengan orang hidup yang diterangi cahaya
dimanapun ia berjalan. Sedang orang kafir adalah orang yang diliputi kegelapan
ditempat ia menetap. Perumpamaan ini untuk membedakan kedua golongan tersebut.
“dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia”dan kami berikan kepadanya
cahaya yang terang sebagai petunjuk yang dapat memberikan harapan bagi segala
sesuatu, sehingga manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang bathil.
“serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya?” serupa dengan orang yang tersesat dalam
kegelapan kekafiran yang tidak tahu jalan keluar dari padanya ? Al-Baidhawi
berkata : “ini adalah perumpamaan bagi orang yang tetap dari kesesatan, dia
tidak tahu bahwasanya dia dalam keadaan tersesat”. “Demikianlah Kami jadikan
orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.sebagaimana
ia tetap dalam kegelapan, tersesat di dalamnya. Demikianlah hal itu baik bagi
orang-orang kafir. Dan kami jadikan mereka itu memandang baik terhadap
kemusyrikan dan maksiat yang telah mereka kerjakan.[4]
2.
al-Baqarah (87/2, ayat 17)
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=yds ª!$# öNÏdÍqãZÎ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß w tbrçÅÇö6ã ÇÊÐÈ
“perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api (Orang-orang munafik itu tidak
dapat mengambil manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, karena
sifat-sifat kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. Keadaan mereka
digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas, Maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari )mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat”.
Allah membuat dua perumpamaan bagi orang-orang munafik yang
menjelaskan kerugian besar mereka, dalam firmanNya : “perumpamaan mereka
adalah seperti orang yang menyalakan api”(at-tasybih at-tamtsiliyyah),
perumpamaan mereka dalam kemunafikan dan kondisi mereka yang mengherankan,
seperti keadaan orang yang menyalakan api supaya menyinari mereka, api tersebut
tidaklah menyala bahkan padam, membiarkan mereka dalam kegelapan dan ketakutan
yang sangat. “Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan
cahaya (yang menyinari) mereka”, disaat api itu menerangi tempat
sekelilingnya mereka dapat melihat dan tenang. Lalu Allah meniup api yang
bersinar itu kemudian menghilangkan cahaya yang menyinari mereka secara
keseluruhan. Sehingga padamlah api dan hilanglah cahaya. “dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat”, Allah membiarkan mereka dalam
kegelapan dan sangat ketakutan, mereka menjadi terlunta-lunta dan tidak
mendapat petunjuk. Ibnu Katsir berkata : “Allah membuat perumpamaan orang-orang
munafik, karena mereka membeli kesesatan dengan petunjuk, membuat mereka mereka
dibutakan setelah dapat melihat, sebab ketika seseorang yang menyalakan api
ketika api itu menyinari sekelilingnya, maka orang itu mendapat manfaat, ia
dapat melihat kanan kirinya. Pada waktu lain, ketika api masih menyinari,
tiba-tiba api itu padam, sekelilingnya menjadi gelap, dia tidak dapat melihat
dan tidak mendapatkan petunjuk. Begitu juga kondisi orang-orang munafik yang
menukar kesesatan dengan petunjuk. Mereka lebih mencintai kesesatan dari pada
petunjuk. Perumpamaan ini merupakan bukti bahwa mereka sesungguhnya beriman
kemudian menjadi kafir. Oleh karenanya, Allah melenyapkan cahaya mereka dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, keraguan, kekafiran dan kemunafikan. Mereka
tidak mendapat jalan yang baik, Dan tidak mengetahui jalan keselamatan.
Orang-orang munafik tersebut bukan saja seperti orang yang berusaha menyalakan
api, tetapi apinya berhasil menyala yang menghasilkan kehangatan dan terang,
tapi mereka enggan menggunakannya, maka Allah meninggalkan mereka tanpa
penerang sehingga mereka berada dalam aneka kegelapan dan udara yang pengab
akibat kepanasan api dan asap yang menyelubungi mereka, kendati nyalanya yang
berfungsi menerangi telah tiada.[5] Ibnu Al-Qayyim menuturkan renungilah firman
Allah: “Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka” tapi tidak mengatakan
“Allah melenyapkan api yang menyinari mereka”, padahal kalimat ini cocok untuk
menyesuaikan konteks kalimat pertama “orang yang menyalakan api”. Bahwasanya
api dapat menyinari dan membakar, Allah menghilangkan sifat api yang menyinari
yaitu cahaya yang menyisakan unsure pembakar, yaitu “sifat api”. Renungkan
bagaimana Allah berfirman “"بنورهم
tidak mengatakan “"بنورهم sebab dhau’ adalah tambahan nur.
Jika diucapkan : ذهب الله بضوئهم maka akan menjadi
ragu hilangnya dengan tambahan saja tanpa adanya keaslian. [6]
3.
al-Ahzab (90/33, ayat 46)
$·Ïã#yur n<Î) «!$# ¾ÏmÏRøÎ*Î %[`#uÅ ur #ZÏYB ÇÍÏÈ
“dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan
untuk Jadi cahaya yang menerangi”.
Tafsirnya: daiyan artinya menyeru kepada thaat, sirajan munira
adalah umpama Allah memberi petunjuk. Siraj adalah matahari yg Nampak, siraj
yang dimaksud disini adalah nabi Muhammad yg darinya cahaya hissi dan maknawi.[7]
4.
al-Hadid (94/57, ayat 28)
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qãZÏB#uäur ¾Ï&Î!qßtÎ öNä3Ï?÷sã Èû÷,s#øÿÏ. `ÏB ¾ÏmÏGyJôm§ @yèøgsur öNà6©9 #YqçR tbqà±ôJs? ¾ÏmÎ öÏÿøótur öNä3s9 4 ª!$#ur Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇËÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman (kepada Para rasul), bertakwalah
kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan
rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya
itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu.dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Tafsirnya adalah “Hai orang-orang yang beriman (kepada Para
rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya”, hai
orang yang percaya kepada Allah, bertakwalah kalian kepada-Nya dengan
menunaikan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan tetaplah kalian pada iman
kalian. “niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian”, jika
kalian berbuat demikian, Allah memberi kalian dua kali lipat dari rahmat-Nya. “dan
menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan”. Allah
di akhirat kelak menciptakan cahaya untuk kalian yang dengannya kalian berjalan
diatas sirath (jembatan di akhirat). “dan Dia mengampuni kamu”, dan
Allah mengampuni perbuatan maksiat yang telah kalian lakukan. “dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Allah mahaagung ampunan-Nya dan
Mahaluas rahmat-Nya. “ supaya ahli kitab mengetahui bahwa mereka tiada mendapat
sedikitpun akan karunia Allah”. Kami benar-benar menjelaskan hal tersebut agar
kafir Ahli kitab mengetahui bahwa mereka tidak mampu mengkhususkan karunia
Allah bagi mereka. Mereka juga tidak mungkin mengkhususkan risalah dan kenabian
pada mereka. Ulama tafsir berkata, “sebelumnya ahli kitab mengatakan, “wahyu
dan risalah ada pada kami dan kitab serta syariat hanya milik kami. Allah
mengkhususkan fadhilah yang agung ini kepada kami dari seluruh umat manusia”.
Maka Allah menentang mereka dengan ayat tersebut. “dan bahwasanya karunia
itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya”, sesungguhnya perkara kenabian, hidayah dan keimanan ada
ditangan Allah Maha Rahman. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki
di antara makhluk-Nya. “Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. Allah
maha luas anugerah dan kebaikan-Nya.[8]
5.
an-Nur (102/24, ayat 35)
ª!$# âqçR ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 ã@sWtB ¾ÍnÍqçR ;o4qs3ô±ÏJx. $pkÏù îy$t6óÁÏB ( ßy$t6óÁÏJø9$# Îû >py_%y`ã ( èpy_%y`9$# $pk¨Xr(x. Ò=x.öqx. AÍhß ßs%qã `ÏB ;otyfx© 7p2t»t6B 7ptRqçG÷y w 7p§Ï%÷° wur 7p¨Îóxî ß%s3t $pkçJ÷y âäûÓÅÓã öqs9ur óOs9 çmó¡|¡ôJs? Ö$tR 4 îqR 4n?tã 9qçR 3 Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4 ÛUÎôØour ª!$# @»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3 ª!$#ur Èe@ä3Î >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇÌÎÈ
"Allah (Pemberi)
cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti
sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu".
“ Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus(Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat)
ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya,
biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain), yang di
dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari
pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)( Maksudnya: pohon zaitun itu
tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit
maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya
menghasilkan minyak yang baik), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis
yakni petunjuk bagi orang mu’min nur atas nur keimanan).. Allah membimbing kepada cahaya-Nya (agama
islam) siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”
Penjelasan :
a. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia agar membuat
dekat kefahaman bagi yang mengambil itibar serta sampai percaya/beriman mereka
b. Allah menerangi bumi dan langit (cahaya ini adalah seperti
haqiqat hati (bashirah), Allah
menciptakan cahaya dilangit dgn matahari, dan bulan, dan
bintang-bintang, planet-planet, dan ‘arasy, dan malaikat. Dan dibumi dengan
lampu-lampu, pelita, syumu’, nabi-nabi, ulama, orang-orang sholeh, nur dimaknai
dengan nampaknya segala sesuatu dari tiada menjadi ada. Ibnu ‘Athoillah dalam
kitab al-hikam: semesta ini seluruhnya gelap lalu yang meneranginya adalah
nampaknya kebenaran di dalamnya. Lalu adanya alam karena adanya Allah jika
tidak ada Allah maka tidak ada sesuatu juapun dari alam.
c. (matsalu nurihi) misal diartikan sbg sifat di dlm hati orang
beriman secara hissi dan ma’nawi
d. misykat khilafiyah ada dari bahasa arab ada bhs habasyah yang diubah/
diserap.jendela diumpamakan sebagai tempat masuk seluruh cahaya.
e. Pohon zaitun di artikan sebagai orang beriman yng punya banyak
manfaat bagi orang-orang disekitarnya.
f. (dada orang beriman)diumpamakn misykat sedangkan hati mu’min
diumpamakan kaca, dan ma’rifahnya seperti pohon zaitun dan iman seperti
lampu/mishbah.
Firman Allah : "مثل نوره "”perumpamaan
cahaya-Nya” ada dua pendapat berkaitan
dengan dhomir (kata ganti orang ketiga) dalam ayat ini ;
1.
Dhamir
tersebut kembali kepada Allah, yakni perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati
seorang mukmin seperti misykah (lubang yang tak tembus), demikian dikatakan
oleh Abdullah bin Abbas r.a
2.
Dhamir
tersebut kembali kepada orang-orang mukmin yang disebutkan dalam konteks
kalimat, yakni perumpamaan cahaya seorang mukmin yang ada dalam hatinya seperti
misykaah. Hati seorang mukmin disamakan dengan fitrahnya, yaitu hidayah dan
cahaya al-Qur’an yang diterimanya yang sesuai dengan fitrahnya. Ada yang
menafsirkan saksi di sini dengan Jibril a.s. Adapula yang menafsirkan bahwa
yang dimaksud dengan saksi di sini ialah Al Quran itu sendiri karena Al Quran
itu adalah suatu mukjizat yang tidak dapat dibantah atau dibatalkan.[9]
Allah menyamakan kemurnian hati seorang mukmin dengan lentera dari
kaca yang tipis dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur’an dan syari’at yang
dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak,
tidak kotor dan tidak bengkok. Firman Allah : (كمشكوة)
seperti
sebuah lubang yang tak tembus, Ibnu Abbas, Mujahid, Muhammad bin ka’ab, dan
lainnya mengatakan : Misykaah adalah tempat sumbu pada lampu, itulah makna yang
paling masyhur. Firman Allah fiiha mishbah “yang di dalamnya ada pelita
besar” yaitu cahaya yang terdapat di dalam lentera. Ubay bin Ka’ab
mengatakan : “Mishbaah adalah cahaya, yaitu al-Qur’an dan iman yang
Tafsir Ilmu Kementerian
Agama RI pada QS. An-Nur ayat 35[10]
Ayat tersebut
mendorong beberapa ilmuwan untuk meneliti berbagai aspek fisik cahaya.
|
|
Mata, alat
optic yang berfungsi sebagai indera penglihatan, dapat berfungsi karena
adanya cahaya dari objek yang dilihat.
|
Pada pertengahan abad X, Alhazen mengembangkan sebuah teori yang
menjelaskan tentang indera penglihatan, menggunakan geometrid an anatomi.
Teori itu mengatakan bahwa mata dapat melihat benda-benda di sekeliling
karena adanya cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh benda-benda yang
bersangkutan, masuk ke dalam mata.
|
Alhazen pun ketika
itu mengangagap bahwa cahaya adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak
pada kecepatan tertentu. Alhazen juga mengebangkan Teori Ptolemy.
|
Setelah Alhazen, Sir
Isaac Newton (1642-1727), yang terkenal dengan Teori Emisi atau Teori Partikel,
mengemukakan pendapatnya bahwa dari sumber cahaya dipancarkan partikel-partikel
yang sangat kecil dan ringan ke segala arah dengan kecepatan yang sangat
tinggi. Berdasarkan temuannya, Newton mengatakan juga bahwa cahaya dapat
merambat lurus tanpa terpengaruh gaya gravitasi bumi. Hukum pemantulan Snellius
berlaku untuk cahaya.
Cristian Huygens
(1629-1695), mengemukakan bahwa pada dasarnya cahaya sama dengan bunyi, dan
berupa gelombang, perbedaannya hanya pada panjang gelombang dan frekuensinya.
Dalam teori Huygens ini peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi, maupun
difraksi cahaya dapat dijelaskan secara tepat, namun belum dapat member
penjelasan yang gambling mengenai sifat cahaya merambat lurus.
Cahaya
sebagai gelombang elektromagnetik.
|
Percobaan James Clerk
Maxwell (1831-1879), dengan teori elektromagnetiknya menyatakan bahwa cepat
rambat gelombang elektromagnetik sama dengan cepat rambat cahaya, yaitu
300.000 km/detik. Albert Michelson dan James Morley (1887), membuat mesin
untuk menguji teori Maxwell, menyimpulkan bahwa kecepatan gelombang cahaya
adalah tetap.
|
|
(a) Gelombang
Transversal: arah rambatnya tegak lurus dengan arah getarnya
(b) Polarisasi
data diartikan penyearahan gerak getaran gelombang. Hanya gelombang
transversal yang dapat mengalami polarisasi
|
Gelombang cahaya diyakini sebagai gelombang
elektromagnetik, yaitu kombinasi medan listrik dan medan magnet yang
berosilasi dan merambat lewat ruang dan membawa energy dari satu tempat ke
tempat yang lain. Maxwell juga berkesimpulan bahwa cahaya merupakan salah
satu bentuk radiasi elektromagnetik. Hal ini didukung oleh Heinrich Rudolph
Hertz (1857-1894) yang membuktikan bahwa gelombang elektromagnetik merupakan
gelombang transversal, sesuai dengan kenyataan bahwa cahaya dapat menunjukkan
gejala polarisasi.
|
|
Peter Zeeman (1852-1943),
menunjukkan bahwa medan magnet yang sangat kuat dapat berpengaruh terhadap
berkas cahaya. Peecobaan yang dilakukan oleh Stark (1874-1957) menyimpulkan
bahwa medan listrik yang sangat kuat juga dapat mempengaruhi berkas cahaya.
Teori kuantum pertama kali
dicetuskan pada tahun 1900 oleh karl Ernst Ludwig Plank (1858-1947). Planck
mengamati sifat-sifat radiasi benda hitam hingga ia pada tahun 1901
berkesimpulan bahwa energy cahaya terkumpul dalam paket-paket energy yang disebut
kuanta atau foton. Namun, foton pada teori Planck tidak bermassa, sedangkan
teori partikel pada teori Nemton bermassa. Pernyataan Planck mendapat dukungan
dari Albert Einstein, ebrhasil menerangkan gejala fotolistrik. Fotolistrik
adalah peristiwa terlepasnya electron dari suatu logam yang dicahayai dengan
panjang gelombang tertentu.
Dari seluruh teori cahaya yang
muncul, dapat disimpulkan bahwa cahaya mempunyai sifat dual (dualism cahaya),
yaitu cahaya dapat bersifat sebagai gelombang untuk menjelaskan peristiwa
interferensi dan difraksi, tetapi di lain pihak cahaya dapat berupa materi tak
bermassa yang berisikan paket-paket energy yang disebut kuanta atau foton
sehingga dapat menjelaskan peristiwa efek foto listrik.
Diskusi pada QS. An-Nur ayat 35[11]:
Tafsir Q.S. An Nur ayat 35 di atas
menunjukkan universalitas Al-Qur’an. Sesuai dengan latar belakang keilmuannya
berusaha untuk mengambil ‘ibrah’ dan menjabarkan maksud isyarat ilmiah ‘nur’
(cahaya).
Cahaya memiliki peran yang sangat besar di alam
semesta. Demikianlah Allah memberi cahaya (aspek fisik cahaya) (kepada)
langit dan bumi. Dengan cahaya-Nya (aspek fisik cahaya), kita dapat melihat
benda-benda, mengidentifikasi, dan memanfaatkan untuk kemaslahatan dunia
akherat.
Proses melihat suatu benda dapat
dilihat oleh mata apabila benda tersebut memantulkan cahaya. Pantulan cahaya
itu diterima mata melalui lensa masuk ke dalam retina, rangsangan cahaya
diterima oleh sel-sel reseptor kemudian diteruskan ke sarah mata (optik) dan
dalam bentuk impuls saraf (sinyal). Selanjutnya, rangsang dikirim ke pusat
sarah penglihatan di otak untuk diterjemahkan. Setelah itu, barulah kita
melihat benda tersebut. Apabila kita melihat sebuah benda, misalnya sebuah
lilin yang menyala, pada retina akan terbentuk bayangan terbalik dengan ukuran
lebih kecil daripada benda yang sebenarnya. Impuls saraf dan retina dikirm
,elalui saraf optik ke pusat saraf penglihatan di otak. Kemudian, otak
mengubahnya menjadi lilin yang menyala dalam ukuran sebenarnya dan tidak
terbalik (Ediciones, 1994)[12]
. Salah satu bagian mata adalah lensa mata. Lensa mata termasuk lensa konvergen
atau lensa cembung atau lensa positif. Walaupun pembiasan cahaya yang masuk ke
mata lebih banya terjadi pada kornea, lensa mata juga membiaskan dan
memfokuskan berkas cahaya agar benda dapat terlihat dengan jelas. Retina
berfungsi mengubah gelombang cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya
diteruskan melalui saraf optic menuju otak.[13]
Mata normal (emmetropi) dapat melihat dengan baik pada jarak sekitar 25 cm – ∼ (tak terhingga melalui kemampuan akomodasi. Akomodasi
mata adalah penyesuaian panjang focus (f) lensa mata dengan jarak benda yang
dilihat mata, sehingga bayangan benda dapat difokuskan pada retina. Benda dapat
dilihat dengan jelas oleh mata jika bayangannya tepat di retina. Panjang fokus
lensa mata adalah jarak antara lensa dan titik fokus lensa (F).
Daya Akomodasi Mata
|
Perubahan kelengkungan lensa menyebabkan jari-jari
kelengkungan lensa berubah dan karenanya panjang fokus lensa berubah. Jika
mata mengamati benda pada titik jauh, otot siliari mengendur (rileks),
menyebabkan lensa mata menjadi lebih pipih sehingga jari-jari kelengkungan
dan panjang fokus lensa bertambah.
|
Ketika jarak benda sangat jauh
|
Titik
jauh, Punctum Remotum (PR) adalah jarak terjauh yang dapat difokuskan
oleh mata dengan tidak berakomodasi, di mana titik jauh mata normal adalah
tak berhingga (∼). Ketika
mata menyesuaikan panjang fokus lensa untuk memfokuskan benda pada titik jauh
atau benda berjarak tak berhingga, mata berakomodai maksimum.
|
Ketika jarak benda sangat dekat
|
Apabila
mata mengamati benda pada jarak dekat, otot siliari menegang (kontraksi)
menyebabkan lensa mata menjadi lebih lengkung sehingga jari-jari kelengkungan
dan panjang fokus lensa bertambah. Jarak benda ke mata terdekat yang masih
mampu difokuskan mata dengan berakomodasi maksimum disebut titik dekat, Punctum
Proximum (PP). Rata-rata manusia mempunyai titik dekat 25 cm.
|
Mata
normal, secara alamiah memiliki daya akomodasi yang baik sehingga dapat
melihat benda jauh maupun dekat dengan jelas. Apabila daya akomodasi mata
tidak optimal, maka perlu dibantu dengan kacamata. Fungsi kacamata adalah
untuk membantu menyesuaikan fokus lensa mata. Untuk lensa mata yang kurang
dapat menipis (rabun jauh/miopi), dibantu dengan kacamata berlensa
negative/lensa cekung. Untuk lensa mata yang kurang dapat mencembung (rabun
dekat/hipermetropi), dibantu dengan kaca mata positif/berlensa cembung. Untuk
mata tua (presbiopi), lensa mata kurang dapat mencembung dan mencekung
sehingga ditolong dengan kacamata berlensa rangkap, cekung dan cembung.
|
Tafsir surah al-An’am
ayat 122. Artinya “Dan apakah orang yang sudah mati lalu kami hidupkan dan Kami
beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak,
sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar
dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap
apa yang mereka kerjakan”
Cahaya disini diibaratkan dengan al-Huda (petunjuk) dan
al-Ȋmȃn. al-Hasan berkata: itu adalah al-Qur’an. Ada pula yang mengatakan itu
adalah hikmah. Dikatakan juga itu adalah an-Nur al-Mazkur dalam firman-Nya: “
betapa cahaya mereka bersinar di depan
dan disamping kanan mereka” (QS. Al-Hadȋd: 12) dan firman-Nya: “Tunggulah kami!
Kami akan mengambil cahayamu” (QS. Al-Hadȋd: 13). (dapat berjalan dengannya)
yaitu cahaya. [14]
“Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan
api, setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari)
mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat
melihat.”(al-Baqarah:17)
Surah al-ahzab ayat 45-46
: “Hai
Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gembira
dan pemberi peringata. dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk
Jadi cahaya yang menerangi”.
Dan
untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan ntuk menjadi cahaya
yang menerangi, penyeru kepada makhluk untuk mengesakan Allah, taat dan
menyembah-Nya, dengan perintah dari Allah, bukan inisiatifmu sendiri. “dan
untuk menjadi cahaya yang menerangi” kamu hai Muhammad bagaikan lampu terang
benderang yang menerangi umat manusia. Kamu menjadi petunjuk dalam kegelapan,
sebagaimana obor menjadi petunjuk dalam kegelapan malam. Ibnu katsir berkata:
yakni kamu wahai Muhammad bagaikan matahari yang bersinar dan terang, tidak ada
yang mengingkari matahari kecuali orang-orang yang menentang. Allah menyifati
Nabi dengan lima sifat dan semuanya merupakan kesempurnaan, keelokan, dan
sanjungan. Allah menutup sifat-sifat tersebut dengan sifat bahwa beliau adalah
lampu yang terang benderang yang dengannya Allah mencerai beraikan kesesatan.
Shalawat Allah semoga selalu tercurah kepada beliau setiap saat dan waktu.[15]
III Kesimpulan
Cahaya adalah sesuatu ciptaan Allah yang paling cepat di
dunia ini menurut sejumlah ulama tafsir modern karena setelah dilakukan
penelitian dan melalui proses yang panjang cahaya dikategorikan sangat cepat
pencapaiannya dibanding suara atau gema. Cahaya juga ditafsirkan sebagai
petunjuk terhadap orang yang beriman dan juga diumpakan sebagai kebenaran yang
hakiki. Karena seluruh benda dan partikel dibumi ini terang dan bersinar karena
cahaya. Bumi dan langit yang sebelumnya gelap menjadi terang ketika Allah
jadikan cahaya sebagai penyinarnya. Dan ada pendapat ulama bahwa awal-awal
sesuatu yang diciptakan adalah cahaya yakni Nur Nabi Muhammad saw. Semoga kita
dapat mengambil manfaat dan hikmah tentang cahaya yang diciptakan tuhan dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Daftar Pustaka
Al-Anshary
al-Qurthuby, Abi Muhammad bin Ahmad Tafsir
al-Qurthuby Beirut: Darul Qutb al-“Ilmiah, 2010.
Al-Mishry
al-Khulwaty al-Maliky, Ahmad bin ash-Showi Khasyiyah ash-Showi Beirut :
Darul Qutb al-“Ilmiah, 2009.
Artikel Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI Tentang
Optik dan Citranya.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Shafwatut Tafasir: Ayat-Ayat Pilihan,
Jil.2 Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Ath-Thabari,
Abi Ja’far Muhammad bin Harir Tafsir ath-Thabary Beirut: Darul Qutb
al-“Ilmiah, 2009.
Ghulsyani,
Mahdi. Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an Bandung: Mizan ,1998.
Purwanto, Agus. The Holy Qur’an and The Sciences of Nature (Ayat-Ayat
Semesta) Bandung : Mizan Pustaka, 2008.
Rahman, Afzalur. Qur’anic Science ( Al-Qur’an Sumber Ilmu
Pengetahuan) Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000.
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir Tangerang : Lentera Hati
2013.
http://www.artikelsiana.com/2014/09/proses-melihat-mekanisme-Mata.html diakses pada hari senin, 27 februari 2017.
[1]
Agus Purwanto, Ayat-Ayat
Semesta, (Mizan Pustaka: 2008) 378-383.
[3]
Mahdi Ghulsyani, The Holy Qur’an and The Sciences of Nature: Filsafat
Sains menurut al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1998),100.
[4]
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni,………..jilid 2,224-225.
[5]
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013),266.
[6]
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir; Tafsir-tafsir
pilihan,jilid 1 (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,2011), 40-46.
[7] العلامة الشيخ أحمد بن الصاوي المصري الخلوتي المالكي, خاشية
الصاوي, المجلدالثالث(بيرت :دارالكتب العلمية,2009) 240.
[8]
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni,………..jilid 5,247-248.
[12]
http://www.artikelsiana.com/2014/09/proses-melihat-mekanisme-Mata.html diakses pada hari senin, 27
februari 2017.
[14]
Abi Muhammad bin Ahmad
al-Anshary al-Qurthuby, Tafsir
al-Qurthuby (Beirut: Darul Qutb al-“Ilmiah, 2010) 52.
[15]
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut
Tafasir (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2001) 250-251.